Perjuangan Berat Wujudkan JK-AHY di Pilpres 2019

13 Juni 2018 6:48 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pemilu. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
ADVERTISEMENT
Opsi memasangkan Jusuf Kalla dengan Agus Harimurti Yudhoyono di Pipres 2019 mengemuka. Opsi ini memang bisa saja terwujud, tapi secara elektabilitas, masih banyak hal yang harus dibenahi bila keduanya benar-benar ingin bertarung melawan dua tokoh lainnya, yakni Joko Widodo dan Prabowo Subianto.
ADVERTISEMENT
Pengamat politik dari CSIS, Arya Fernandes mengatakan, JK memang cukup sukses mendampingi Jokowi di pemerintahan. Tapi secara pribadi, JK belum memiliki basis elektabilitas yang cukup untuk ikut dalam Pilpres 2019.
"Kalau dari sisi JK saya melihat dari sisi peluang kontestasi masih sulit untuk mengejar Prabowo. Apalagi meskipun sama-sama petahana, kredit keberhasilan pemerintah itu lebih banyak ditempatkan oleh Pak Jokowi," ujar Arya Fernandes saat dihubungi kumparan, Rabu (13/6).
"Dari sisi elektoral juga suara Pak JK perkiraan saya juga masih rendah masih di angka sekitar 10 persenan sementara Jokowi berada di angka cukup tinggi, di atas 55 persen. Jadi dari sisi peluang kontestasi cukup sulit juga bagi Pak JK," imbuh Arya.
AHY di Pelantikan Pengurus PD Banten (Foto:  ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
zoom-in-whitePerbesar
AHY di Pelantikan Pengurus PD Banten (Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman)
Di sisi lain, Arya menilai Agus akan mempertaruhkan banyak hal bila ingin maju bersama JK sebagai cawapres. Bahkan, keputusan itu cenderung mengancam karier politiknya yang terbilang baru.
ADVERTISEMENT
"Maju dengan Pak JK yang dari sisi peluang elektabilitasnya masih rendah dan didongkrak pun menurut saya juga enggak cukup punya waktu," ucap Arya.
Bila cukup percaya diri, Agus sebaiknya maju saja sebagai capres di 2019. Dengan begitu, dia bisa memilih sosok cawpares yang lebih muda dan punya potensi elektabilitas tinggi.
"Kalau pun Demokrat menginginkan AHY maju itu memang lebih baik dia di RI1. Tapi mungkin tidak dengan Pak JK ya, bisa dengan siapa gitu," kata Arya.
Ilustrasi Pemilu. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemilu. (Foto: Sabryna Putri Muviola/kumparan)
JK bisa saja maju sebagai capres 2019. Atau, bila uji materi MK dikabulkan, JK bisa kembali mendampingi Jokowi di 2019. Tapi, keduanya punya risiko gesekan internal di Golkar, mengingat Golkar sepertinya sudah mantap mengajukan Ketum Airlanggar Hartarto sebagai cawapres Jokowi.
ADVERTISEMENT
Namun, Arya yakin Golkar bisa mengatasi gesekan internal itu dengan baik. Golkar sudah terbiasa dengan berbagai konflik yang selalu dapat diselesaikan dengan baik.
"Tentu akan ada riak di internal ya, tapi Golkar sudah terbiasa melewati prahara yang besar mulai dari hengkangnya beberapa tokoh kunci kemudian mendirikan beberapa partai, kemudian konflik internal yang kuat dan besar. Golkar sudah melewati banyak kondisi yang cukup hebat, jadi apapun yang terjadi Golkar akan tetap stabil suaranya," kata Arya.
JK di acara pelepasan peserta Mudik Bersama DMI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
JK di acara pelepasan peserta Mudik Bersama DMI. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Karena itu, maju atau tidaknya JK pada Pilpres 2019 tidak begitu mempengaruhi dukungan Golkar ke Jokowi. "Jadi apapun goncangan yang terjadi kapal besar Partai Golkar ini masih akan tetap berlayar dengan stabil. Jadi enggak akan mengganggu, Golkar akan cepat sekali switchnya," tutupnya.
ADVERTISEMENT