Perludem Komentari Surat Bacaleg PKS: Parpol Mestinya Demokratis

12 Juli 2018 22:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kader PKS. (Foto: AFP PHOTO/Bay Ismoyo)
zoom-in-whitePerbesar
Kader PKS. (Foto: AFP PHOTO/Bay Ismoyo)
ADVERTISEMENT
Polemik di internal PKS kini soal surat pernyataan siap mundur para bacaleg yang harus ditandatangani para bacaleg dengan tanggal kosong. Polemik ini terungkap lewat postingan Fahri Hamzah di akun twitternya (30/6).
ADVERTISEMENT
Menyikapi hal ini, Direktur eksekutif Perkumpulan untuk Demokrasi dan Pemilu (Perludem) Titi Anggraini mengatakan partai politik sebagai instrumen demokrasi, seharusnya dalam tata kelola organisasinya juga menerapkan cara-cara yang demokratis.
"Partai politik itu kan instrumen demokrasi yang mestinya mengatur tata kelola internal organisasinya juga secara demokratis," ujar Titi Anggraini kepada kumparan, Kamis (12/7)
Partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi, menurutnya, tak bisa dikelola oleh segelintir orang secara monopolistik. Sebab, Titi menilai kedaulatan partai politik berada di tangan anggota partai.
"Tidak bisa dibangun dalam relasi kuasa yang monopolistik. Apalagi kedaulatan parpol berada di tangan anggota," ungkapnya.
Titi berpandangan, partai politik mestinya diberikan hak untuk membela diri. Lebih jauh, setiap anggota partai politik mestinya juga memiliki hak untuk mencari keadilan hukum atas setiap perselisihan dengan partainya.
ADVERTISEMENT
"Mestinya setiap anggota diberikan hak untuk mampu membela diri dan mencari keadilan hukum dalam setiap persengketaan yang terjadi di antara anggota dengan parpolnya," jelasnya.
Sebelumnya, Fahri Hamzah menuding intervensi seperti surat pernyataan tersebut berbahaya. Sebab menurutnya anggota DPR adalah wakil rakyat, sehingga pergantiannya diatur melalui UU.
Selain itu, kader PKS lainnya, Mahfudz Siddiq menilai syarat pengunduran diri dalam surat tersebut melanggar UU.
"Ini kan jadi polemik di bawah, dan mulai banyak caleg yang merasa tidak yakin, merasa tidak ada kepastian, menganggap dua surat ini menabrak perundang-undangan," tuturnya di DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (10/7).