Permadi Dicecar 21 Pertanyaan soal Dugaan Makar Kivlan Zen

17 Mei 2019 16:53 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Permadi saat di wawancarai wartawan usai diperiksa sebagai saksi dalam perkara Makar di Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Permadi saat di wawancarai wartawan usai diperiksa sebagai saksi dalam perkara Makar di Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Politikus senior Partai Gerindra, Permadi, diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai saksi dalam kasus dugaan makar Kivlan Zen. Usai diperiksa, Permadi menjelaskan soal kehadirannya di Rumah Rakyat bersama Kivlan Zen.
ADVERTISEMENT
"Pertanyaan saya ada 21, yang penting kira-kira 15-lah, karena yang 6 kan cuma sehat atau tidak dan lain sebagainya. Pertanyaannya adalah, apa yang menyebabkan saya datang pada pertemuan pada Mei di Rumah Rakyat Jalan Tebet Timur Raya, saya diundang," ujar Permadi usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (17/5).
Rumah Rakyat adalah salah satu posko pemenangan paslon 02.
Permadi (tengah) usai diperiksa sebagai saksi dalam perkara Makar di Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Eks politikus PDIP yang selalu berpakaian serba hitam ini menuturkan, dalam pertemuan tersebut, dirinya merupakan tamu undangan. Ia juga menyebut bahwa pada pertemuan tersebut akan dibacakan petisi oleh sejumlah tokoh.
"Saya baru tahu bahwa kita akan melakukan suatu petisi di depan para wartawan. Untuk itu saya tentu minta petisinya seperti apa, saya diberikan petisi. Ternyata, di petisi itu ada 14 pendahuluan dan 4 petisi. Saya menolak yang 14 pendahuluan sebab terlalu panjang," tutur Permadi.
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan tersebut, lanjut Permadi, hadir sejumlah tokoh dan purnawirawan jenderal, salah satunya Kivlan Zen.
"(Ada) Pak Sarwan Hamid, Syamsu Djalal, dan lain sebagainya. Lalu ada Eggi Sudjana, ada Habib Mukhsin, ada Habib Umar, dan Kivlan Zen datang belakangan," lanjutnya.
Kivlan, diakuinya, mengajak para tokoh yang hadir untuk melakukan aksi di Bawaslu dan KPU pada tanggal 9 dan 10 Mei.
"Pertanyaan (penyidik) selanjutnya apakah saya setuju dengan pendapat Kivlan Zen? Saya mengatakan, saya dan Pak Kivlan Zen adalah sesama aktivis, tapi saya baru ketemu hari itu. Jadi saya tidak bisa bilang setuju atau tidak karena saya tidak tahu sebelumnya, rapat-rapat sebelumnya saya tidak tahu," jelas Permadi.
Permadi (tengah) usai diperiksa sebagai saksi dalam perkara Makar di Jakarta. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Selain itu, Permadi juga mengaku tidak hadir saat aksi di Bawaslu lantaran dalam keadaan kurang sehat.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang pasti karena saya stroke, saya tidak bisa hadir di Lapangan Banteng, maupun waktu pengepungan Bawaslu maupun KPU," kata Permadi yang kini berusia 78 tahun ini.
Dalam kasus ini, Kivlan dilaporkan oleh seorang bernama Jalaludin atas dugaan penyebaran berita bohong dan makar. Laporan tersebut teregistrasi dengan nomor LP/B/0442/V/2019/BARESKRIM tertanggal 7 Mei 2019.
Pasal yang disangkakan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 14 dan/atau Pasal 15, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP Pasal 107 jo Pasal 110 jo Pasal 87 dan/atau Pasal 163 jo Pasal 107.