Pernyataan Kompor Jokowi yang 'Membakar' Fahri Hamzah hingga Gerindra

27 November 2018 6:51 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Capres Jokowi bertemu Kader dan Relawan Jokowi-Ma'ruf di Palembang, Sumsel. (Foto: Dok. Agus Suparto)
zoom-in-whitePerbesar
Capres Jokowi bertemu Kader dan Relawan Jokowi-Ma'ruf di Palembang, Sumsel. (Foto: Dok. Agus Suparto)
ADVERTISEMENT
Setelah sontoloyo dan genderuwo, Presiden Joko Widodo mengeluarkan sebutan kompor bagi politikus yang membuat masyarakat terpecah-belah karena perbedaan politik. Ungkapan tersebut dilontarkan Jokowi saat menerima gelar adat Komering, Raja Balaq mangkuk Negara, di Griya Agung, Palembang, Minggu (25/11).
ADVERTISEMENT
"Kita ini saudara, sebangsa, dan setanah air. Jangan lupakan itu. Ini karena banyak kompor. Karena dipanas-panasi, dikompor-kompori, jadi panas semuanya," kata Jokowi di lokasi.
Capres nomor urut 01 menambahkan, banyak kompor-kompor yang memanasi suasana politik karena perbedaan politik di Pilpres 2019. Bahkan Jokowi menyebut, ada warga yang ikut majelis taklim karena perbedaan pilihan politik, tidak saling sapa.
Menanggapi ucapan tersebut, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, kompor paling besar justru ada pihak Jokowi. Sebab, hampir semua yang dibicarakan Jokowi langsung menjadi diskusi nasional. Seperti, berbicara sontoloyo, genderuwo, hingga tabok.
“Kompor ini atau demokrasi panas atau hiruk pikuk itu karena ada kebebasan semua orang punya sumbu. Artinya pegang sumbu. Kalau bicara kompor, kompor paling besar itu adanya di tangan presiden,” kata Fahri di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (26/11).
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto:  Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Sementara itu, Anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade menilai ungkapan kompor ala Jokowi membuat tensi politik nasional memanas. Ia menyayangkan diksi-diksi yang dikeluarkan Jokowi karena bisa menyebabkan masyarakat khawatir.
ADVERTISEMENT
“Ini mengagetkan, bahwa terus terang dalam beberapa minggu ini yang bikin situasi politik panas itu Pak Jokowi. Pak Jokowi-lah yang bikin kompor saat ini sehingga politik jadi panas dan gaduh,” kata Andre saat dihubungi kumparan, Senin (26/11).
Menurut Andre, seorang presiden harusnya mampu memberikan narasi politik yang membuat persaingan menjadi riang dan gembira.
Di lain sisi, juru bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin, Ace Hasan Syadzily, menuding kubu Prabowo-Sandi-lah yang menjadi kompor terlebih dahulu dengan membuat narasi yang tidak mendidik dan menebar pesimisme.
“Siapa yang kompor duluan? Coba siapa yang mengawali bicara politik pesimisme, ketidakpastian dan ketakutan? Yang kompor itu capres yang bilang Indonesia bubar 2030, 99% penduduk Indonesia hidup pas-pasan, tempe setipis ATM, Rp 100 ribu hanya cukup beli bawang dan cabe," kata Ace, Senin (26/11).
Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily di DPP Golkar. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily di DPP Golkar. (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
Melihat narasi tersebut, Ace menilai pihak Prabowo-Sandi seperti melempar batu sembunyi tangan. Ia juga meminta kubu Prabowo-Sandi agar mengedepankan narasi kampanye yang mendidik masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan Ace, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menginterpretasikan ungkapan Jokowi sebagai pengingat agar politikus berhati-hati dalam melontarkan pernyataan.
"Sebagai Presiden, beliau mengingatkan karena waktu kita masih panjang untuk berkompetisi. Sehingga dibuat agar kompor itu dipakai untuk membuat kopi, untuk menciptakan masakan. Bukan untuk membuat suasana panas," kata Hasto di DPC PDIP Sleman, Yogyakarta, Senin (26/11).
Menurutnya, masa kampanye pemilihan presiden baru berjalan dua bulan. Namun, sudah terdapat beberapa kejadian yang membuat gaduh masyarakat. Bahkan, di awal masa kampanye, Hasto menyebut Prabowo sudah tiga kali meminta maaf karena kesalahannya.
Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Hasto Kristyanto (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Hasto Kristyanto (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Sementara, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, mengakui gaya komunikasi Jokowi berubah dibandingkan saat masa awal menjabat sebagai presiden.
"Memang benar-benar berubah ya gaya komunikasi seorang Jokowi dibandingkan tahun 2014 pada saat pertama kali menjabat sebagai presiden. Komentar dia yang berseloroh, menurut saya hal yang tidak perlu dikomentarin tapi dikomentarin karena misal soal sontoloyo, genderuwo, hal-hal seperti itu sebenarnya tidak perlu diucapkan oleh seorang Jokowi," ujar Hendri saat dihubungi, Jumat (11/9).
ADVERTISEMENT
Hendri menambahkan, jika hal itu terus dilakukan maka image yang terbangun tidak berbeda dengan para politisi kebanyakan yang suka mengomentari berbagai hal.
Padahal selama ini Jokowi sudah cukup baik membangun citra dirinya sebagai seorang presiden yang bekerja membangun negara dan memakmurkan rakyatnya.