Petisi Dukungan Amnesti Baiq Nuril Diserahkan ke Kantor Staf Presiden

19 November 2018 12:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril menunggu sidang (Foto: Antara/Ahmad Subaidi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Petisi dukungan amnesti untuk Baiq Nuril yang dibuat di situs change.org mendapat respons yang sangat positif dari masyarakat. Hingga Senin (19/11) siang, total penanda tangan petisi sudah mencapai 80 ribu orang.
ADVERTISEMENT
Penggagas petisi, Erasmus Napitupulu, bersama dengan berbagai organisasi yang tergabung dalam Koalisi Save Ibu Nuril, Senin (19/11) menyambangi Kantor Staf Presiden, Jakarta Pusat, untuk menyampaikan alasan Presiden Jokowi harus memberikan amnesti kepada Nuril.
Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril memberikan petisi dukungan amnesti untuk Ibu Nuril ke Kantor Staf Presiden, Senin (19/11/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril memberikan petisi dukungan amnesti untuk Ibu Nuril ke Kantor Staf Presiden, Senin (19/11/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
Menurut Erasmus, Baiq Nuril berhak untuk bebas sesuai putusan Pengadilan Negeri Mataram. Sebab, Nuril sama sekali tak terlibat dalam penyebaran rekaman pelecehan seksual Kepala SMAN 7 Mataram, Muslim.
"Dalam persidangan terungkap bahwa bukan Ibu Baiq Nuril yang menyebarkan rekaman pelecehan seksual atasannya. Melainkan rekan kerjanya. Fakta ini dikuatkan juga oleh keterangan ahli Teguh Arifiyadi, Kepala Subdit Penyidikan dan Penindakan pada Direktorat Keamanan Informasi Kementerian Kominfo Republik Indonesia," ujar Erasmus, di lokasi, Senin (19/11).
Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril memberikan petisi dukungan amnesti untuk Ibu Nuril ke Kantor Staf Presiden, Senin (19/11/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Koalisi Masyarakat Sipil Save Ibu Nuril memberikan petisi dukungan amnesti untuk Ibu Nuril ke Kantor Staf Presiden, Senin (19/11/2018). (Foto: Maulana Ramadhan/kumparan)
Erasmus menganggap putusan majelis hakim kasasi Mahkamah Agung sebagai kegagalan dalam melihat kondisi Baiq Nuril sebagai korban pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
"Padahal dalam sidang tingkat pertama, ahli dari Komisioner Komisi Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Ibu Sri Nurherwati, telah menyatakan Baiq Nuril merupakan korban kekerasan seksual. Artinya, Ibu Baiq Nuril sebenarnya memiliki hak untuk melakukan perekaman itu, untuk kepentingan perlindungan pribadinya," jelas Erasmus.
Direktur Program Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) itu juga menegaskan amnesti bukan bentuk intervensi Presiden terhadap proses peradilan pidana. Hanya saja melalui amnesti itu, kata Erasmus, Presiden akan dapat melindungi Baiq Nuril.
"Karena secara prinsip dan hukum, proses peradilan pidana telah selesai. Dengan amnesti, Presiden akan menegaskan komitmen untuk melindungi perempuan dari kekerasan," tutur Erasmus.
Baiq Nuril (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Baiq Nuril (Foto: Faisal Nu'man/kumparan)
Baiq Nuril merupakan guru honorer SMAN 7 Mataram yang dianggap menyebarkan rekaman pembicaraanya dengan Muslim, yang bernada mesum. Ia divonis 6 bulan penjara dan denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Mahkamah Agung (MA) melalui majelis kasasi.
ADVERTISEMENT
Baiq Nuril memang merekam percakapan Muslim, lantaran Muslim melontarkan kata-kata yang mengandung unsur asusila. Karena merasa terganggu dan terancam, Nuril kemudian merekam kata-kata Muslim tanpa sepengetahuan Muslim.
Peristiwa itu terjadi pada Agustus 2012 silam. Namun, kasus mulai muncul pada Desember 2014, ketika seorang rekan Baiq Nuril bernama Imam Mudawim meminjam telepon genggam Baiq Nuril. Ia menemukan rekaman tersebut dan kemudian menyalin rekaman itu.
Setelah disalin oleh rekannya, rekaman yang bernada asusila itu kemudian dengan seketika menyebar luas ke sejumlah guru maupun siswa. Hal itu pun membuat Muslim merasa malu karena namanya telah dicemarkan hingga akhirnya melapor ke kepolisian dengan tuduhan melanggar UU ITE.