Pilihan PAN: Tetap di Koalisi atau Beralih Jadi Kontra Jokowi

8 Mei 2018 9:00 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Partai PAN (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Partai PAN (Foto: Fitra Andrianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Seskab Pramono Agung mengadakan pertemuan dengan sejumlah sekjen partai pengusung Jokowi di Pilpres 2019. Ia mengakui pertemuan itu turut membahas sejumlah strategi Pileg dan Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan itu, hanya PAN yang tidak diundang untuk mengikuti pertemuan. Padahal, PAN merupakan salah satu partai koalisi Jokowi. Muncul dugaan apabila PAN sudah bukan lagi menjadi bagian dari koalisi Jokowi.
Pengamat politik dari CSIS, Arya Fernandes berpendapat, Jokowi masih belum berani mendepak PAN dari koalisi. Hal ini, menurut Arya, karena Jokowi khawatir efek reshuffle di sisa masa pemerintahannya akan menjadi boomerang bagi dirinya.
"Tak diundangnya PAN tentu tamparan keras bagi PAN. Namun PAN sepertinya tak bergeming. Dengan tak diundangnya PAN, bagi PAN sendiri tak ambil pusing," kata Arya kepada kumparan (kumparan.com), Selasa (8/5).
Tak diundangnya PAN dalam pertemuan tersebut, kata Arya, bisa dimanfaatkan PAN untuk menggiring isu sebagai partai yang terzalimi. Sehingga, posisi PAN bisa semakin kuat, khususnya di kalangan yang tidak memilih Jokowi.
ADVERTISEMENT
"Bisa saja PAN akan gunakan isu tersebut sebagai partai yang terzalimi. Di sisi pemilih, hal ini akan memperkuat posisi PAN di kalangan pemilih non Jokowi," tuturnya.
Jika melihat situasi PAN saat ini, Arya menilai PAN memang ada kemungkinan untuk bergabung dengan koalisi kontra Jokowi.
"Dari sisi perilaku dan chemistry elite dan pemilih sepertinya iya," ujarnya.
Meski demikian, Arya berpendapat Jokowi tidak akan rugi apabila PAN nantinya memutuskan untuk keluar dari koalisi Jokowi. Apabila PAN keluar, maka dukungan partai untuk Jokowi masih ada sekitar 60 persen.
"Enggak. Karena dukungan di parlemen sudah 68 persen. Bila PAN out, 60 persenan dukungan partai masih ada," kata dia.
Sementara pengamat politik dari UIN, Adi Prayitno berpendapat, dengan tidak diundangnya PAN dalam pertemuan tersebut menjadi sinyal PAN akan ditinggalkan karena sikap politiknya yang kerap mendua.
ADVERTISEMENT
"Di satu sisi, PAN menjadi bagian koalisi pemerintah saat ini. Tapi pada saat bersamaan, PAN kerap kritis dan beda politik dengan pemerintah," ujar Adi kepada kumparan (kumparan.com).
"Jika PAN tak merubah kebijakan politiknya, kerap mengkritik keras pemerintah, bukan hal mustahil PAN akan ditinggalkan pemerintah di 2019," pungkasnya.