PNS Bekasi Terima Rp 270 Juta dari Meikarta, Untuk Sunatan Massal

28 Januari 2019 17:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kasus KPK (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kasus KPK (Foto: Basith Subastian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi diduga mendapat gelontoran dana sebesar Rp 1 miliar terkait pengurusan izin Meikarta. Uang itu kemudian dibagi-bagikan kepada para pejabat pada dinas tersebut. Bahkan, salah satu pejabat memakai uang itu untuk menggelar sunatan massal.
ADVERTISEMENT
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor menjelaskan bahwa pihaknya memang mendapat pengajuan rekomendasi pemasangan alat proteksi pemadaman kebakaran untuk 53 tower di proyek Meikarta. Pengajuan dilakukan oleh Edi Dwi Soesiato dan Satriadi.
Dalam dakwaan disebut bahwa Edi adalah selaku Kepala Divisi Land Acquisition and Permit PT Lippo Cikarang sementara Satriadi selaku karyawan PT Lippo Cikarang. Meikarta merupakan proyek yang digarap oleh anak perusahaan Lippo Cikarang, PT Mahkota Sentosa Utama.
Menurut Sahat, Satriadi dan Edi awalnya berkomunikasi dengan Asep Buchori selaku Kabid Penyuluhan dan Pencegahan pada Dinas Damkar Pemkab Bekasi terkait permohonan itu.
"Kemudian (Asep Buchori) melapor ke saya. Lalu saya bilang, yang penting dibuat saja surat permohonannya baru diproses," ujar Sahat dalam kesaksiannya di Pengadilan Tipikor Bandung, Senin (28/1).
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa menghadiri sidang kasus suap proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Provinsi Jawa Barat Iwa Karniwa menghadiri sidang kasus suap proyek Meikarta di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Bandung, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)
Penuntut umum kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Sahat yang menerangkan soal permintaan Satriadi dan Edi agar penerbitan rekomendasi tersebut dipercepat karena sudah adanya kesepakatan di level atas.
ADVERTISEMENT
"Tidak disampaikan (maksud level atas), hanya bilang dari Lippo dan Bupati," kata Sahat menjelaskan soal pernyataannya itu.
Sahat mengaku bahwa ia kemudian memerintahkan jajarannya melakukan survei serta menghitung kebutuhan yang diperlukan untuk rekomendasi itu. Berdasarkan hasil penghitungan, kebutuhannya mencapai Rp 1,060 miliar.
"Kebutuhan per towernya Rp 20 juta," ucapnya.
Menurut Sahat, hal tersebut sesuai dengan Perda Kabupaten Bekasi nomor 6 tahun 2014 tentang bangunan gedung. Ia mengklaim bahwa uang itu nantinya akan digunakan untuk pemeriksaan.
4 Kali Pemberian
Sahat mengungkapkan bahwa uang Rp 1 miliar itu diterimanya dalam empat kali pemberian. Penyerahan pertama terjadi pada bulan Mei 2018, ketika Sahat bertemu dengan Henry Jasmen P Sitohang sebagai perwakilan Lippo.
"Saya menerima Rp 200 juta saat itu dan saya langsung masukan ke dalam mobil," kata dia.
ADVERTISEMENT
Sebesar Rp 70 juta di antaranya kemudian diberikan kepada Asep Buchori. "Yang Rp 130 juta itu kita kumpulkan untuk biaya operasional pemeriksaan," imbuh dia.
Pemberian kedua terjadi pada Juni 2018. Sahat mengaku mendapat Rp 300 juta dari Henry Jasmen. "Rp 180 juta saya, Rp 120 juta Asep," katanya.
Selang satu bulan kemudian, Sahat kembali menerima uang. Menurut Sahat, uang yang diterimanya adalah sebesar Rp 200 juta yang kemudian juga dibagikan kepada Asep sebesar Rp 70 juta.
"Saat pemberian ketiga ini saya baru mengeluarkan rekomendasi untuk 18 tower," ujarnya.
Pemberian terakhir terjadi pada 11 Oktober 2018. Ketika itu, Sahat bersama dengan Asep bertemu dengan Henry yang kemudian memberinya amplop. Isi amplop itu adalah uang senilai Rp 230 juta dalam pecahan dolar Singapura.
ADVERTISEMENT
Uang itu dibagi dua, yakni sebesar Rp 60 juta diberikan kepada Asep, sisanya diambil Sahat. Total ada Rp 270
Menurut Sahat, sebagian uang yang diterimanya juga ada yang diberikan kepada Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Bekasi.
"Jadi waktu itu, seminggu sebelum Lebaran, bupati ngomong sedang memerlukan uang dalam rangka Lebaran. Jadi waktu itu sehari sebelum Lebaran saya menghadap Bupati dan saya serahkan Rp 30 juta," ungkapnya.
Asep Buchori yang juga duduk sebagai saksi mengakui soal adanya pemberian uang-uang itu. Ia pun mengakui bahwa uang itu dipakai untuk keperluannya.
"Uangnya digunakan (pribadi) untuk bangun masjid dan sunatan massal," ucapnya.
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). (Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan suap Billy Sindoro (tengah) bersiap menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Bandung, Jawa Barat, Rabu (19/12/2018). (Foto: ANTARAFOTO/Raisan Al Farisi)
Dalam kasus ini KPK telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Sebagai pihak yang diduga pemberi suap yaitu Billy Sindoro selaku Direktur Operasional Lippo Group, Taryudi selaku konsultan Lippo Group, Fitra Djaja Purnama selaku konsultan Lippo Group, dan Henry Jasmen selaku pegawai Lippo Group.
ADVERTISEMENT
Sementara sebagai pihak diduga penerima, yaitu Neneng Hasanah Yasin selaku Bupati Bekasi, Jamaludin selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor selaku Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi, Dewi Tisnawati selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu (DPM-PPT) Kabupaten Bekasi, dan Neneng Rahmi selaku Kepala Bidang tata ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi.
Keempat orang yang disangka menyuap dalam kasus ini sudah diajukan ke persidangan. Mereka didakwa menyuap Neneng dan beberapa kepala dinas pada Pemkab Bekasi demi meloloskan izin Meikarta.
Billy dan tiga orang lainnya didakwa memberikan suap belasan miliar rupiah kepada Neneng dan sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. Total suap yang diberikan adalah sebesar Rp 16.182.020.000 dan SGD 270.000 atau sekitar Rp 2.174.949.000 (Kurs Rp 10.507). Khusus untuk Neneng Hasanah, ia disebut menerima suap sejumlah Rp 10.830.000.000.
ADVERTISEMENT