Polda Aceh Sita Rp 4,3 M Hasil Korupsi Alat Penangkap Hama Kopi

9 Oktober 2019 15:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyita uang milik negara sebesar 4.3 miliar, dari hasil temuan dugaan kasus tindak pidana korupsi. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyita uang milik negara sebesar 4.3 miliar, dari hasil temuan dugaan kasus tindak pidana korupsi. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyita uang milik negara sebesar Rp 4,3 miliar. Uang itu disita dari hasil temuan dugaan kasus tindak pidana korupsi program bantuan atraktan atau alat penangkapan hama kopi di Kabupaten Bener Meriah, Aceh.
ADVERTISEMENT
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh, Kombes Pol T Saladdin, mengatakan dugaan korupsi itu ditemukan di Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Bener Meriah, bersumber dari anggaran APBN tahun 2015.
Di tahun 2016 dinas tersebut melaksanakan program bantuan atraktan penangkapan hama kopi dengan jumlah anggaran sebanyak Rp 48.150.000.000. Dalam pelaksanaannya dikerjakan oleh PT Jaya Perkasa Group.
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyita uang milik negara sebesar 4.3 miliar, dari hasil temuan dugaan kasus tindak pidana korupsi. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Kasus ini terendus setelah adanya informasi masyarakat. Tim penyidik Polda Aceh turun ke lapangan dan melakukan penyelidikan menghabiskan waktu sekitar 2 tahun. Namun penyidikan baru dilakukan sejak September 2018.
Penanganan perkara kasus ini dimulai penyelidikan tahun dari 2016, dan penyidikan dari tahun 2018. Berdasarkan surat perintah penyidikan nomor Sprin.Sidik/44.a./IX/RES.3.3./2018/Dit Reskrimsus 3 September 2018.
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyita uang milik negara sebesar 4.3 miliar, dari hasil temuan dugaan kasus tindak pidana korupsi. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
“Kita menangani kasus sejak 2016, ini adalah kasus lama dan baru bisa kita tuntaskan sekarang, Alhamdulillah,” kata Saladdin dalam konferensi pers di Mapolda Aceh, Rabu (9/10).
ADVERTISEMENT
Temuan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi, kata Saladdin, melakukan mark up harga, alat yang dikeluarkan oleh distributor dimark-up harganya hingga sampai dua kali lipat.
Dalam kasus ini polisi menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu AR selaku Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA), T sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan dua rekanan yang menerima sub-kontrak pekerjaan MU dan TJ.
"Akibat dugaan tindak pidana korupsi itu menyebabkan kerugian negara sebesar 16.502.363.636.00," ujarnya.
Dari keempatnya, polisi menyita uang tunai sebagai barang bukti sebanyak Rp 4.300.000.000. Masing-masingnya, diamankan dari AR sebesar Rp 2.250.000.000, dan dua bidang tanah kosong di Desa Paya Tumpi I, Kecamatan Kebanyakan, Aceh Tengah, dengan estimasi harga Rp 2.000.000.000.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya polisi ikut menyita uang tunai Rp 50.000.000 dari tangan T. Beserta barang bukti pendukungan lainnya. Dalam pengungkapan kasus ini polisi memeriksa 50 orang saksi, beserta dua orang saksi ahli dari BPKP, dan LKPP.
"Sehingga total pengembalian uang negara yang disita penyidik Rp 4.300.000.000. Untuk tersangka karena kooperatif tidak kita lakukan penahanan dulu,” katanya.
Kepolisian Daerah (Polda) Aceh menyita uang milik negara sebesar 4.3 miliar, dari hasil temuan dugaan kasus tindak pidana korupsi. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Saladin mengungkapkan, penyidik terus mengawal dan tetap melakukan penyelidikan/penyidikan terhadap tindak pidana pencucian uang yang menyertai tindak pidana korupsi tersebut. Sore ini penyindik bersama mobil dari bank yang dikawal petugas, mengantarkan barang bukti ke kejaksaan negeri Bener Meriah.
“Pasal yang dipersangkakan pasal 2 ayat 1 dengan ancaman hukuman paling singkat 4 tahun, paling lama seumu hidup. Dan pasal 3 dengan ancaman hukuman paling singkat 1 tahun, paling lama 20 tahun,” pungakasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam pelaksanaannya, rekanan melakukan markup harga satu alat hingga dua kali lipat yang dikeluarkan distributor. Sehingga, dalam audit yang dilakukan oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pengadaan barang dan jasa LKPP, negara mengalami kerugian Rp 16,5 miliar.