Polda Jateng Digugat Mantan Anggota yang Tak Terima Dipecat karena Gay

16 Mei 2019 22:18 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi polisi Foto: Aprilandika Hendra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi polisi Foto: Aprilandika Hendra/kumparan
ADVERTISEMENT
Polda Jawa Tengah digugat mantan anggotanya lantaran tak terima diberhentikan secara tidak hormat. Gugatan dilayangkan lantaran eks polisi berinisial TT itu merasa pemecatannya berkaitan dengan disorientasi seksual yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Kuasa Hukum TT dari LBH Masyarakat, Ma'ruf Bajammal menceritakan, masalah bermula pada Februari 2017. Saat itu, kliennya ditangkap oleh jajaran anggota Polres Kudus dengan tuduhan telah melakukan pemerasan. Namun, penangkapan yang dilakukan tanpa surat perintah.
"(Sehingga) 14 Februari itu klien saya sempat tidak sepakat untuk dibawa karena tanpa surat perintah, tapi klien saya tetap dibawa ke Mapolres Kudus," katanya saat dihubungi, Kamis (16/5).
Belakangan, TT dibawa ke Polda Jawa Tengah untuk diperiksa. Saat pemeriksaan, sempat didatangkan seseorang yang disebut sebagai korban pemerasan yang dilakukan oleh TT. Namun, seseorang tersebut saat dimintai keterangan, membantah.
"Terduga korbannya mengatakan tidak ada pemerasan," ujarnya.
Keesokan harinya TT kembali diperiksa dengan tuduhan telah melakukan hubungan seks menyimpang. Pemeriksaan dengan tuduhan itu berlanjut dua kali yakni 16 Februari 2017 dan 23 Februari 2017, di Polda Jawa Tengah.
ADVERTISEMENT
"Pemeriksaan itu dilakukan (sebelumnya) tidak ada laporan tuduhan. Baru tanggal 16 Maret 2017 ada laporannya. Jadi diperiksa dulu baru ada laporannya, itu pun bukan laporan masyarakat," jelas Maruf.
Usai menjalani serangkaian pemeriksaan, TT yang saat itu tercatat sebagai anggota Dit Pamobvit Polda Jateng dinyatakan melanggar Peraturan Polri tentang kode etik, yaitu Perkap nomor 14 tahun 2011, pada tanggal 18 Oktober 2017.
"Sebenarnya tidak ada yang melihat hubungan seks menyimpang itu. Hanya saat diperiksa ditemukan kondom dan tisu basah," katanya.
TT kemudian mengajukan banding pada April 2018 ke komisi banding. Namun langkahnya itu ditolak dan dia tetap menerima Surat Keputusan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) itu pada 27 Desember 20118.
Namun dia tak mati langkah. TT menempuh upaya lain yakni dengan menggugat Polda Jateng, dalam hal ini Kapolda. Gugatan dilayangkan ke PTUN Semarang pada 26 Maret 2019, dan prosesnya masih berjalan.
ADVERTISEMENT
Menurut Maruf, pemberhentian kliennya melanggar prinsip non-diskriminasi. Dari sisi HAM, lanjut Maruf, orientasi seksual apapun harus diperlakukan sama.
"Terhadap anggotanya saja seperti itu, (bagaimana) kalau ada masyarakat yang dianggap menyimpang (orientasi seksnya) apakah (nantinya juga) tidak dapat pelayanan atau keadilan. Itu tadi, prinsip non diskriminasi," ucapnya.
Maruf mengatakan, selain berjuang atas HAM, pemecatan kliennya juga dinilainya sama sekali tak melihat rekam jejak karir TT selama 10 tahun. Menurutnya, sebelum ditangkap, TT tak pernah terlibat masalah.
"Sebelumnya juga tidak (terlibat) masalah," katanya lagi.
Sementara itu Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Agus Triatmaja saat dikonfirmasi menjelaskan, berdasarkan data Propam Polda Jateng, TT dijerat pasal 7 ayat(1) huruf b dan pasal 11 huruf c Perkap 14 tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri (KEPP).
ADVERTISEMENT
"Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela," kata Agus.
Namun, tidak disebutkan secara gamblang apa yang dimaksud dengan perbuatan tercela.
"Penyidik hanya menyampaikan perbuatan tercela yang menjadi pertimbangan putusan PTDH," tukasnya.