Polisi Akan Periksa Via Vallen dan Artis yang Endorse Kosmetik Ilegal

6 Desember 2018 16:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilsutrasi produk kecantikan. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilsutrasi produk kecantikan. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Kepolisian Daerah Jawa Timur akan memeriksa sejumlah artis yang diduga menjadi pendukung pemasaran atau endorse produk kosmetik ilegal bermerek DSC (Derma Skin Care) Beauty. Salah satunya adalah artis Via Vallen. Pemeriksaan digelar pekan depan.
ADVERTISEMENT
"Minggu depan kami memanggil artis yang menjadi endorse dari mulai NK, VV dan sebagainya," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung Mangera di Mapolda Jatim Surabaya, seperti dilansir Antara, Kamis (6/12).
Barung mengatakan sejumlah artis itu akan dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi kasus kosmetik ilegal yang dinyatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) berbahaya dan mengandung merkuri.
"Mereka tidak tahu kok itu legal atau tidak. Tapi kami akan periksa yang bersangkutan apakah tahu produk itu ilegal atau tidak. Kalau mereka tahu berarti sengaja menyebarkan produk ilegal," ujar Barung.
Konferensi pers Polisi kasus kosmetik ilegal di Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (4/12/2018).  (Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers Polisi kasus kosmetik ilegal di Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (4/12/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Sebelumnya Dirreskrimsus Polda Jatim Kombes Pol Ahmad Yusep Gunawan mengatakan setidaknya ada enam artis, yakni VV, NR, MP, NK, DJB dan DK yang menjadi endorse produk kosmetik ilegal dengan merek DSC Beauty dari Kediri. Produk itu ternyata tidak terdaftar di BPOM.
ADVERTISEMENT
Polisi mengamankan satu tersangka berinisial KIL dalamm kasus itu. Selama dua tahun, KIL memproduksi kosmetik menggunakan bahan campuran dari sejumlah merek terkenal, antara lain, Marcks Beauty Powder, Mustika Ratu, Sabun Papaya, Vivo Lotion, Vasseline, Sriti dan lain-lain.
Tersangka KIL juga menjual produknya dengan banderol mulai dari Rp350.000 hingga Rp500.000 per paketnya. Dalam sebulan, tersangka mampu menjual sebanyak 750 paket dengan wilayah penjualan mulai dari Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan dan Makassar.
Dalam perkara ini, tersangka dijerat Pasal 197 jo Pasal 106 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1,5 miliar.