Polemik Data 41 Masjid dan 7 PTN yang Terpapar Radikalisme

21 November 2018 7:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Badan Intelijen Negara (BIN) (Foto: bin.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Badan Intelijen Negara (BIN) (Foto: bin.go.id)
ADVERTISEMENT
Badan Intelijen Negara (BIN) mendadak jadi bahan pembicaraan. Institusi yang dipimpin oleh Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan itu membuka informasi adanya 41 masjid di lingkungan pemerintahan yang terpapar radikalisme. Bahkan masih menurut BIN, ada 7 masjid di lingkungan kampus negeri yang juga mengalami hal yang sama.
ADVERTISEMENT
Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menjelaskan, data tersebut merupakan hasil survei terhadap kegiatan cermah yang disampaikan beberapa penceramah di masjid lingkungan pemerintahan.
"Survei dilakukan oleh P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat) NU yang hasilnya disampaikan kepada BIN sebagai early warning dan ditindaklanjuti dengan pendalaman dan penelitian lanjutan oleh BIN," ucap Wawan dalam keterangan tertulis, Minggu (18/11).
Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto di Resto Sate Pancoran. (Foto: Reki Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto di Resto Sate Pancoran. (Foto: Reki Febrian/kumparan)
Terang saja hal ini langsung membuat banyak pihak ikut angkat bicara. Salah satunya Universitas Indonesia (UI). Pihak UI menegaskan sudah berupaya maksimal mencegah masuknya penceramah radikal untuk menyampaikan tausiah ke masjid di lingkungannya.
"Untuk di Masjid UI, ada pengurus masjid yang mengatur jalannya kajian sampai narasumbernya. Insyaallah upaya terus dilakukan untuk menjaga agar selalu kondusif," kata Humas UI Riefly saat dihubungi, Senin (19/11).
ADVERTISEMENT
Riefly menjelaskan proses pengkajian UI dilakukan secara cermat dan terstuktur. Sehingga bagi para civitas yang akan membuat suatu kegiatan atau acara yang mengundang pembicara terutama menyangkut kajian, harus seizin pihak kampus.
Tanggapan juga datang dari dua parpol berbasis Islam yakni PPP dan PKS. Ketum PPP M. Romahurmuziy menyebut data dari BIN tersebut merupakan peringatan dini terhadap radikalisme.
"Sebagai early warning, ini harus membangunkan kita dari tidur panjang dan anggapan bahwa gerakan Islam trans nasional yang masuk ke Indonesia semuanya ramah dengan NKRI," kata Romy kepada kumparan, Senin (19/11).
Ketua Umum PPP, Romahurmuziy (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PPP, Romahurmuziy (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Menurutnya, tidak semua gerakan Islam yang masuk ke Indonesia sesuai dengan ideologi Pancasila
"Sebagai contoh ISIS, Hizbut Tahrir, atau Ikhwanul Muslimin, yang sudah terbukti di negara asalnya atau beberapa negara yang menjadi sebaran tujuannya. Ternyata mereka memiliki agenda politik yang tidak selalu sejalan dengan Pancasila," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sementara Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera meminta BIN tidak membuat gaduh masyarakat dengan informasi tersebut. Salah satu caranya adalah dengan membeberkan daftar lengkap masjid-masjid yang dimaksud.
"BIN ini punya tugas tidak membuat gaduh, rilis-rilis ini bisa membuat gaduh. Cara paling baik sebutkan mana masjidnya, nanti orang bisa menilai benar tidak masjid ini, terus parameternya apa," kata Mardani di Jalan Raya Malaka, Duren Sawit, Jakarta Timur, Selasa (20/11).
"Jangan sampai pertanyaan-pertanyaan yang menjebak, dijawab dengan tidak terlalu akurat lalu dijadikan dasar untuk mengkategorisasi ini," lanjut dia.
Mardani Ali Sera. (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mardani Ali Sera. (Foto: Johanes Hutabarat/kumparan)
Lalu apa jawaban dari BIN? Direktur Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Hari Purwanto, meluruskan informasi mengenai adanya 41 masjid dan 7 kampus yang terpapar radikalisme.
ADVERTISEMENT
Wawan mengatakan istilah radikal itu merujuk pada penceramahnya. Berdasarkan deteksi BIN, penceramah yang terindikasi radikal itu jumlahnya sekitar 50 orang.
“Tidak banyak sekitar 50-an, dan ini masih terus kita dekati,” ujar Wawan dalam jumpa pers di Restoran Sate Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (20/11).
Ia juga menjelaskan maksud level radikalisme penceramah dari 41 masjid tersebut di mana penceramah dari 7 masjid berkategori rendah, penceramah dari 17 masjid berkategori sedang dan penceramah dari 17 masjid berkategori tinggi. Menurut Wawan, apabila masuk kategori rendah penceramah tersebut masih bisa ditolerir dan kategori sedang perlu disikapi lebih.
Ilustrasi Masjid (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Masjid (Foto: Pixabay)
"Tapi kalau yang merah (kategori tinggi) sudah parah. (Ciri-cirinya) sudah mendorong ke arah gerakan radikal, sudah dorong ke arah ISIS, Marawi, dan membawa aroma konflik timur tengah ke sini," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Hal yang sama juga dituturkan Wakil Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia, Syafruddin. Menurutnya yang radikal bukanlah masjid melainkan individunya.
"Apa yang disampaikan oleh aparat, apa pun yang disampaikan, bahwa ada unsur kegiatan radikalisme, tidak ditujukan kepada masjid. Bukan masjid, tetapi orang-orangnya, individu atau kelompok. Kalau masjid, clear," kata Syafruddin di Masjid Cut Meutia, Jakarta Pusat, Selasa (20/11).
"Masjid itu saya yakin, saya jaminlah, clear. Tidak bisa bergerak, wong benda mati," sambung eks-Wakapolri itu.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Syafruddin. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Syafruddin. (Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan)
Terkait desakan untuk mengungkap daftar 41 masjid dan 7 kampus negeri yang dimaksud, BIN mengaku memiliki alasan tersendiri. Menurut Wawan, BIN mempunyai kategori informasi yang tidak bisa disampaikan ke publik.
"Ini kategori rahasia, jadi ada informasi ada 4 (kategori), biasa, terbatas, rahasia dan sangat rahasia. Untuk yang biasa dan terbatas boleh, tapi untuk yang rahasia dan sangat rahasia jangan karena ini menyangkut kredibilitas dari BIN,” ucap Wawan Hari Purwanto di Resto Sate Pancoran, Jakarta Selatan, pada Selasa (20/11).
ADVERTISEMENT
Untuk itu, lanjut Wawan, pembatasan informasi tersebut dimunculkan untuk melindungi keberlangsungan dari 7 PTN yang terindikasi radikalisme.
“Memang ada dan kita sampaikan kepada rektornya tidak untuk umum, takutnya orang orang takut menyekolahkan anak di sana. Tapi upaya pendekatan tetap dilaksanakan,” pungkas Wawan.