Polemik Penghancuran Situs Kerajaan Sriwijaya untuk Tempat Wisata

15 Agustus 2018 13:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi mahkota kerajaan (Foto: Flickr/Kato Shinya)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mahkota kerajaan (Foto: Flickr/Kato Shinya)
ADVERTISEMENT
Kerajaan Sriwijaya adalah salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Kini, sisa-sisa peninggalan situs Kerajaan Sriwijaya adalah warisan budaya penting yang menjadi saksi perjalanan sejarah bangsa Indonesia dari masa kemasa.
ADVERTISEMENT
Namun, situs peninggalan milik Sriwijaya tersebut kini dibongkar untuk proyek pembangunan.
Situs bukit situnggang. (Foto: facebook/ichwan azhari)
zoom-in-whitePerbesar
Situs bukit situnggang. (Foto: facebook/ichwan azhari)
Keterangan ini diperoleh dari Dr. Phil. Ichwan Azhar, seorang sejarawan dan dosen dari Universitas Negeri Medan. Menurut tulisan yang dikutip kumparan dari akun Facebooknya pada Rabu (15/8), ia berujar sisa-sisa situs yang berlokasi di Di Bukit Siguntang, Palembang, di ratakan untuk proyek wisata.
"Bukit Siguntang adalah situs sejarah yang amat penting bagi leluhur Melayu, Sriwijaya, dan para raja Melayu Palembang," tulis Ichwan.
Ichwan mengaku sangat terpukul dan sedih melihat puing-puing peninggalan Sriwijaya dihancurkan demi keserakahan yang mengatasnamakan pembangunan. "Saya gontai dan sedih berjalan di antara puing-puing yang dijaga lebih 1500 tahun dan dihancurkan oleh keserakahan projek pembangunan," ungkap Ichwan.
ADVERTISEMENT
Menurut kesaksian Ichwan, kaki Bukit Siguntang telah diratakan dengan tanah untuk dijadikan bangunan baru. Sedangkan, puncak bukit diratakan dan dibuat kolam wisata air mancur dan taman.
Ichwan dan para rekan sejawatnya pun tidak tinggal diam akan hal ini, mereka telah mengadukan kasus ini ke Dirjen Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid, namun hingga kini belum membuahkan hasil.
Lantas, apakah situs itu benar-benar sengaja dirusak?
Menurut Dosen Arkeologi UI, Prof.Dr. Agus Aris Munandar, sebenarnya pembangunan di wilayah Bukit Siguntang adalah bentuk upaya pihak pengembang yang ingin mempercantik wilayah situs sebagai tempat pariwisata.
Bukit siguntang. (Foto: Dok.gosumatera.com)
zoom-in-whitePerbesar
Bukit siguntang. (Foto: Dok.gosumatera.com)
"Sebenarnya bukan merusak, tapi mempercantik wilayah agar semakin menarik pengunjung yang datang," ujar Prof. Aris Munandar ketika dihubungi kumparan pada Rabu (15/8).
ADVERTISEMENT
Aris berujar, pihak pengembang tidak memahami sistem zonasi pada situs arkeologi. "Mempercantik situs sebenarnya diperbolehkan dalam dunia arkeologi, hanya saja ada yang dimaksud dengan sistem zonasi, yaitu wilayah yang boleh diperbagus bukanlah wilayah inti seperti Bukit Siguntang, tapi wilayah luar," ungkap Aris Munandar.
"Bukit Siguntang adalah Mahameru-nya Sriwijaya, jadi sebenarnya tidak boleh diganggu-gugat. Hanya saja, pihak pengembang tidak memahami sistem ini."
Aris Munandar beranggapan bahwa pihak pengembang kurang berkoordinasi dengan para ahli budaya, sejarawan, atau arkeologi yang memahami cara merevitalisasi cagar budaya.
"Ke depannya para pengembang dapat dikenai sanksi UU Cagar Budaya karena dinilai lalai dalam menangani cagar budaya," tutup dia.