Polemik Sirkus Lumba-lumba Keliling

1 November 2018 9:40 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konten Eksklusif: Sirkus Lumba-Lumba. Foto: Basith Subastian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konten Eksklusif: Sirkus Lumba-Lumba. Foto: Basith Subastian/kumparan
ADVERTISEMENT
Suasana perumahan di kawasan Depok sore itu terlihat berbeda dari biasa. Di tanah yang biasanya kosong, dibangun sebuah tenda cukup besar untuk atraksi sirkus keliling.
ADVERTISEMENT
Lokasi dan fasilitas di sana terlihat sederhana dan seadanya. Misalnya saja kolam buatan untuk atraksi lumba-lumba yang berdiameter 5 meter dengan kedalaman 2,5 meter. Tidak ada pendingin udara, dan atap hanya ditutupi oleh kain terpal yang bergoyang-goyang saat hujan deras mengguyur.
Sirkus lumba-lumba keliling. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Meski begitu, peminat sirkus keliling tetap ada. Banyak warga yang datang bersama dengan keluarganya. Mereka tak segan merogoh kocek Rp 40 ribu untuk bisa melihat hewan-hewan beraksi.
Begitu pun dengan penyelenggara yang terus menggelar atraksinya demi mendapat pundi-pundi rupiah, meski mereka harus bersusah payah bongkar pasang lokasi sirkus keliling dari satu kota ke kota lain.
Sirkus hewan keliling seperti dua sisi mata uang. Sebagian menilai atraksi yang dilakukan sebagai bentuk edukasi tentang hewan, namun ada juga yang menilai sebagai bentuk eksploitasi sehingga harus dihentikan.
Sirkus Lumba-lumba (Foto: Tommy/kumparan)
Seperti yang disampaikan oleh peneliti Oseanografi Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Sekar Mira. Menurutnya, lingkungan sirkus bisa mempengaruhi perilaku hewan mamalia laut itu.
ADVERTISEMENT
Lumba-lumba biasa hidup berkelompok dan berkomunikasi dengan sonar. Bila lingkungan lumba-lumba berubah, maka kemampuan alami mereka akan berkurang bahkan hilang.
Begitu pun dengan kemampuan berburu, sekian lama berada di lingkungan sirkus, bisa membuat insting berburu lumba-lumba berkurang.
“Ketika di sirkus ataupun dipelihara itu, dia akan tergantung dengan makanan yang biasa kita berikan. Sedangkan di alam dia harus memiliki naluri dan kemampuan untuk bisa bertahan hidup dengan berburu sendiri,” ucap Mira.
Sekar Mira LIPI (Foto: Lolita/kumparan)
Sementara itu, Romi, Asisten Manager PT Wesut Seguni Indonesia (WSI), penyelenggara sirkus lumba lumba keliling mengatakan, sirkus keliling mereka diklaim tetap mengedepankan kesejahteraan hewan. Mereka juga sudah mendapatkan izin untuk menggelar acara tersebut.
“Kalau enggak ada izinnya, kita pasti juga enggak keliling,” kata Romi.
ADVERTISEMENT
Meski sudah mendapatkan izin, atraksi lumba-lumba keliling tetap dikecam oleh para aktivis hewan baik di Indonesia maupun secara global.
"Sirkus lumba-lumba harus ditutup. Terutama yang keliling ya karena memang lumba-lumba itu kalo dibawa keliling tidak sejahtera," jelas Benfika, Ketua dan Founder Jakarta Animal Aid Network, Rabu (24/10).
Benfika Jakarta Animal Aid Network (Foto: Tommy/kumparan)
Menurut Benfika, edukasi yang kerap digaungkan dalam sirkus lumba-lumba tak ubahnya pembohongan.
"Kenapa saya bilang pembohongan? Tidak ada lumba-lumba yang melakukan atraksi-atraksi konyol yang ada di peragaan tersebut. Di alam mereka hidup secara alami, mereka punya daerah jelajah yang jauh dan ya mereka makan makanan hidup. Mereka mencari bukan diberi. Itu adalah edukasi konyol menurut saya. Itu adalah pembohongan edukasi," ucapnya.
ADVERTISEMENT
----------------------------
Bagaimana kisah sirkus lumba-lumba keliling saat ini? Simak ulasan lengkapnya dalam story-story berikut.