Polisi Bongkar Perdagangan Manusia Berkedok Beasiswa ke Taiwan

9 Oktober 2019 15:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Preskon Bareskrim Polri terkait tindak pidana perdagangan orang di Taiwan dan Timur Tengah. Foto: Andreas Ricky/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Preskon Bareskrim Polri terkait tindak pidana perdagangan orang di Taiwan dan Timur Tengah. Foto: Andreas Ricky/kumparan
ADVERTISEMENT
Dapat berkuliah di luar negeri memang menjadi keinginan bagi sebagian pelajar Indonesia. Kualitas pendidikan yang dinilai lebih baik dan kesempatan untuk pergi ke luar negeri memang tidak gampang ditolak.
ADVERTISEMENT
Kesempatan tersebut dijadikan peluang oleh sebuah sindikat perdagangan manusia. Sindikat kejahatan itu kini telah dibongkar oleh Direktorat Tipidum Bareskrim Polri.
“Ada modus operandi baru di sini yaitu menjanjikan beasiswa kuliah di luar negeri, dalam hal ini di Taiwan, sambil bekerja. Sudah ada sekira 40 orang WNI yang menjadi korban, dan ini WNI yang rata-rata berasal dari wilayah Lampung, Jawa Barat, ada juga Jawa Tengah,” kata Wadir Tipidum Bareskrim Polri, Kombespol Agus Nugroho, di Bareskrim Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (9/10).
Kedua pelaku yang ditangkap adalah R dan L. Mereka menjanjikan beasiswa dengan modal awal sebesar Rp 35 juta. Dengan mahar tersebut, mereka berani menjamin korban bisa langsung berangkat ke Taiwan untuk kuliah sambil bekerja.
Preskon Bareskrim Polri terkait tindak pidana perdagangan orang di Taiwan dan Timur Tengah. Foto: Andreas Ricky/kumparan
Awalnya, para calon korban diseleksi dulu di Jakarta. Sindikat juga menghadirkan seseorang yang seolah-olah berasal dari Taiwan. Pada saat itu, mereka dijelaskan, hasil kerja para calon korban digunakan untuk melunasi kekurangan dari mahar awal sebesar Rp 35 juta tersebut.
ADVERTISEMENT
Agar meyakinkan, keluarga calon korban juga diminta surat-surat seperti KTP, ijazah, KK, hingga SKCK, seperti mendaftar kuliah. Setelah lengkap, mereka segera diberangkatkan di Taiwan.
“Sesampainya di Taiwan mereka dipekerjakan dari Senin sampai Sabtu, untuk kemudian di hari Minggu, para korban akan dipertemukan perwakilan yang sebetulnya bagian dari jaringan ini untuk seolah seperti kuliah. Padahal hanya belajar bahasa Taiwan untuk memudahkan pekerjaannya itu sendiri,” ucap Agus.
Para korban hanya menerima upah di bawah yang dijanjikan, yakni sekitar Rp 2 juta. Padahal, mereka dijanjikan dengan upah sebesar 27.000 NT atau sekitar Rp 12 juta. Beberapa korban bahkan tak dibayar sama sekali.
“Ada pula yang lebih parah karena tidak mendapatkan uang tersebut sama sekali, sehingga melaporkan ke pihak yang berwajib termasuk kepada kita. Dari sanalah kita bisa mengungkap perkara ini yang saat ini juga kita hadirkan dan memproses perkara ini,” kata Agus.
ADVERTISEMENT
Kasus juga bisa dibongkar karena korban yang mendapatkan pemotongan gaji ini melaporkan ke Departemen Tenaga Kerja Taiwan. Kerja sama akhirnya bisa terjalin antara Polri dan pemerintah Taiwan, beberapa korban pun bertahap dipulangkan.
Sementara itu, para pelaku disangkakan dengan Pasal 4 UU No 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan atau Pasal 83, Pasal 86 huruf A UU No 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Mereka diancam dengan hukuman penjara minimal 3 tahun dan denda minimal Rp 120 juta, maksimal Rp 600 juta untuk pasal 4.
Sedangkan untuk 2 pasal lain, para pelaku diancam dengan hukuman penjara paling lama 10 tahun dan denda Rp 15 miliar untuk Pasal 83, atau penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar untuk Pasal 86 UU No 18 Tahun 2017 tentang PMI.
ADVERTISEMENT