Politikus Golkar Fayakhun Andriadi Didakwa Terima Suap USD 911 Ribu

16 Agustus 2018 14:34 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap USD 911.480 atau sekitar Rp 12 miliar. Suap diduga diberikan agar Fayakhun mengupayakan penambahan anggaran untuk Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla).
ADVERTISEMENT
"Agar terdakwa selaku anggota Komisi I DPR-RI mengupayakan alokasi (plotting) penambahan anggaran Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (BAKAMLA RI) untuk proyek pengadaan satelit monitoring dan drone dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) tahun 2016," kata jaksa Takdir Suhan saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (16/8).
Suap itu dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah. Perusahaan Fahmi merupakan salah satu peserta lelang proyek satelit monitoring dan drone di Bakamla tersebut.
Pemeriksaan Fahmi Dharmawansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pemeriksaan Fahmi Dharmawansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Perkara ini berawal ketika Fahmi dijanjikan proyek oleh Ali Fahmi Habsy yang merupakan staf khusus atau narasumber bidang perencanaan dan anggaran di Lingkungan Bakamla. Namun, Fahmi diminta memenuhi syarat yakni commitment fee sebesar 15 persen dari nilai proyek.
ADVERTISEMENT
Pada April 2016, Fayakhun bertemu dengan Ali Fahmi Habsyi dalam kunjungan anggota DPR ke Bakamla. Ketika itu, Ali Fahmi meminta Fayakhun untuk membantu menambah anggaran Bakamla. Dalam pembicaraan itu, Fayakhun dijanjikan akan diberikan fee 6 persen dari nilai anggaran proyek.
Fayakhun juga dimintai bantuan oleh Erwin Arief selaku Direktur PT Rohde and Schwarz Indonesia, untuk membantu mengupayakan proyek Satelit Monitoring agar dianggarkan. Erwin berjanji akan memberikan fee kepada Fayakhun. Erwin menyebut, Fahmi juga berjanji akan ikut memberikan fee kepada Fayakhun. Perusahaan Fahmi adalah agen untuk produk Rohde & Schwarz.
Permintaan keduanya disetujui oleh Fayakhun. Pada 29 April, Fayakhun memberitahu Fahmi bahwa rekannya di Komisi I DPR merespons baik ajuan penambahan anggaran Rp 3 triliun untuk Bakamla, termasuk untuk anggaran satelit monitoring sebesar Rp 850 miliar.
ADVERTISEMENT
"Terdakwa juga mengatakan akan 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran itu," tegas jaksa.
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Fayakhun kemudian meminta tambahan fee 1 persen kepada Fahmi dan Ali Fahmi. Sehingga total fee untuk Fayakhun menjadi 7 persen. Permintaan itu disetujui oleh Fahmi dan Ali Fahmi.
Fayakhun disebut sempat menagih fee tersebut kepada Fahmi melalui Erwin Arief. Politikus Golkar itu mengancam tidak akan "mengawal" usulan alokasi tambahan anggaran bila fee tidak segera diberikan.
Pada Mei 2016, Fahmi melalui Muhamad Adami Okta dan Erwin meminta kepastian tambahan anggaran proyek untuk Bakamla menjadi Rp 1,220 triliun. Dengan rincian Rp 500 miliar untuk satelit monitoring, lalu Rp 720 miliar untuk drone.
Erwin juga menyampaikan kepada Fayakhun bahwa Fahmi akan segera memberikan fee 1 persen yang diminta oleh Fayakhun. Menurut perhitungan Erwin, fee 1 persen untuk Fayakhun dari total anggaran adalah USD 927.756 atau Rp 11,985,962,000 dengan kurs Rp 13.150.
ADVERTISEMENT
Fayakhun meminta fee untuknya diberikan dalam dua tahap. Pada tanggal 4 Mei 2016, Fahmi mengirimkan uang sebesar USD 300 ribu ke dua rekening bank berbeda yang sudah diberikan Fayakhun sebelumnya.
Dua rekening bank itu ialah Zhejiang Hangzhou Yuhang Rural Commercial Bank company limited, China, atas nama Hangzhou Hangzhong Plastic co.ltd dan Guangzhou Rural Commercial Bank co.ltd.
Beberapa hari kemudian, Fayakhun kembali menagih sisa fee yang belum diberikan Fahmi. Fayakhun sempat mengirimkan pesan Whatsapp yang berbunyi "Petinggi sdh. Kurcaci bisa ngomel,".
"Maksudnya adalah agar sisa komitmen segera dikirimkan kepada terdakwa," ujar jaksa.
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fayakhun Andriadi menjalani sidang perdana terkait kasus korupsi pengadaan alat satelit monitoring Badan Keamanan Laut (Bakamla) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Pada 23 Mei 2016, Fahmi melalui anak buahnya mengirimkan uang USD 11 ribu ke rekening atas nama Omega Capital Aviation Limited di ABS AG Singapura dan sebesar USD 501.480 ke rekening atas nama Abu Djaja Bunjamin di OCBC Bank Singapura.
ADVERTISEMENT
Total uang yang dikirimkan Fahmi untuk Fayahun adalah sebesar USD 911.480. Fayakhun kemudian mengambil secara tunai uang itu melalui Agus Gunawan dan Lie Ketty.
Atas perbuatannya, Fayakhun dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.