Politikus PKB Abdul Malik Haramain Bantah Terima Aliran Dana e-KTP

9 Juli 2018 16:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Abdul Malik Haramain (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.)
zoom-in-whitePerbesar
Abdul Malik Haramain (Foto: Antara/Hafidz Mubarak A.)
ADVERTISEMENT
Politikus PKB Abdul Malik Haramain membantah menerima aliran dana korupsi e-KTP. Ia mengatakan tak mengetahui adanya dugaan permintaan uang terkait proyek pengadaan e-KTP.
ADVERTISEMENT
Pernyataan tersebut merupakan bantahan atas tudingan bahwa dirinya menerima uang 37 ribu dolar AS, seperti tertera dalam surat dakwaan terpidana e-KTP Irman dan Sugiharto. Hal itu disampaikan Abdul kepada penyidik KPK saat dirinya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka kasus e-KTP, Markus Nari.
"Sama sekali tidak ada (permintaan uang)," ujar Abdul usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Senin (9/7).
Terkait pemeriksaannya, Abdul menerangkan awalnya penyidik meminta keterangan secara rinci terkait segala hal tentang sosok Markus Nari. Ia mengaku telah menyampaikan hal yang diketahui kepada penyidik KPK.
"Pertama saya dimintai keterangan tentang Markus Nari. Kedua, semua penjelasan saya soal Pak Markus Nari sudah sampaikan ke penyidik selengkapnya sama penyidik ya," katanya.
Markus Nari (Foto:  ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)
zoom-in-whitePerbesar
Markus Nari (Foto: ANTARA FOTO/Widodo S Jusuf)
Markus Nari merupakan satu dari delapan orang yang telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP. KPK dalam kasus tersebut memang sudah menetapkan delapan tersangka yang berasal dari kluster berbeda yaitu politikus, pihak swasta, atau pejabat Kemendagri.
ADVERTISEMENT
Delapan tersangka itu ialah Irman dan Sugiharto selaku pejabat Dukcapil Kemendagri, Andi Agustinus alias Andi Narogong selaku pihak swasta, Anang Sugiana Sudihardjo selaku Direktur utama PT Quadra Solutions, politikus Partai Golkar Markus Nari, mantan Ketua DPR Setya Novanto, Irvanto Hendra Pambudi selaku Direktur PT Murakabi Sejahtera, dan Made Oka Masagung selaku pihak swasta.
Lima dari delapan tersangka itu pun sudah menjalani persidangan kasus korupsi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Untuk Irman, Sugiharto, dan Setya Novanto, ketiganya saat ini telah menyandang status sebagai terpidana. Status tersebut diberikan usai status hukum untuk ketiganya telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap.