Politisi Milenial Bisa Ciptakan DPR Modern lewat Teknologi Informasi

7 Oktober 2019 5:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 diambil sumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agung (MA), M Hatta Ali di Ruang Rapat Paripurna. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024 diambil sumpahnya oleh Ketua Mahkamah Agung (MA), M Hatta Ali di Ruang Rapat Paripurna. Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
ADVERTISEMENT
Kehadiran 52 politisi milenial yang baru saja dilantik menjadi wakil rakyat pada 7 Oktober lalu memiliki banyak pekerjaan rumah. Banyak masyarakat menaruh ekspektasi besar soal politisi muda untuk membangun citra 'parlemen modern'.
ADVERTISEMENT
Meski hanya 52 anak muda, atau 9 persen anggota DPR terpilih berusia 21-35 tahun (milenial), Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai komposisi itu seharusnya bisa memberikan warna baru pada parlemen. Apalagi, dengan kekuatan anak muda yang piawai memanfaatkan teknologi, seharusnya bisa membuat terobosan baru.
"Dengan kata lain, inovasi dengan bantuan teknologi jadi andalan milenial. Maka kehebatan satu orang bisa melahirkan perangkat atau aplikasi yang mampu menghubungkan orang-orang yang hidup di planet bumi tanpa terhambat keterbatasan ruang dan waktu," ujar peneliti Formappi, Lucius Karus, kepada kumparan, Minggu (6/10).
"Potensi milenial dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini yang diharapkan menjadikan kehadiran mereka di DPR, walau dalam jumlah yang masih minoritas bisa melahirkan terobosan atau perubahan," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Menurut Lucius, politisi milenial seharusnya bisa memanfaatkan kegagapan politisi tua pada kelenturan beradaptasi dengan teknologi. Misalnya, kekakuan relasi DPR dengan rakyat bisa dijembatani melalui penggunaan perangkat teknologi, sehingga rakyat bisa kapan saja berkomunikasi dengan wakilnya tanpa harus menunggu waktu reses tiba.
"Begitu juga wakil rakyat, bisa setiap saat menyapa pemilihnya atau rakyat yang diwakilinya serta menyerap aspirasi rakyat itu," sambungnya.
Peneliti Formappi Lucius Karus di diskusi 'Nasib Murung Bangsa atas Kebijakan RUU KPK dan RKUHP' di Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (22/9/291). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Dengan memanfaatkan perangkat teknologi, Lucius menilai ide itu akan mengefisiensi anggaran. Dalam artian, bisa mengurangi kehadiran fisik yang memakan biaya dari anggota DPR.
"Jika waktu untuk reses bisa ditekan tanpa mengurangi kualitas relasi, maka akan cukup waktu bagi anggota DPR dalam menyelesaikan pekerjaan yang membutuhkan kehadiran bersama dalam rapat-rapat di DPR. Pembahasan legislasi bisa dikejar karena anggota tak perlu lagi memakai alasan kembali ke dapil sekadar untuk mencari pembenaran atas kesibukan enggak jelas yang dilakukan anggota DPR," ungkapnya.
ADVERTISEMENT
Lucius meyakini, kekuatan kelompok milenial di parlemen tentu bukan mengacu pada jumlah yang banyak. Dia berharap, kehadiran politisi milenial di DPR, meski masih minoritas, bisa melahirkan sebuah perubahan.
"Sudah sekian lama mimpi DPR membangun parlemen modern. Tetapi karena ide atau gagasan ini lahir dari politisi tua, maka mimpi parlemen modern terjebak salam paradigma proyek semata. Enggak jadi-jadi tuh parlemen modern walaupun sudah ada satu dua upaya ke arah sana," tutupnya.