Politisi Sontoloyo Lebih Tepat untuk Kepala Daerah yang Di-OTT KPK

27 Oktober 2018 14:01 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi polemik dengan tema 'kepala daerah terjerat, siapa tanggung jawab'.  (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi polemik dengan tema 'kepala daerah terjerat, siapa tanggung jawab'. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi Universitas Jember (PUSKAPSI), Bayu Dwi Anggono, turut menyoroti pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut banyak politisi sontoloyo di Indonesia. Menurutnya, politisi sontoloyo lebih tepat disematkan ke kepala daerah yang terkena OTT KPK.
ADVERTISEMENT
"Saya menunggu Presiden kita ini (Jokowi), menunggu beliau menyebut kepala daerah yang kena itu (OTT KPK) kepala daerah sontoloyo," ujar Bayu dalam Diskusi Polemik 'Kepala Daerah Terjerat, Siapa Tanggung Jawab' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (27/10).
Ilustrasi tahanan KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tahanan KPK. (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Menurut Bayu, seharusnya Jokowi berani menyebut kepala daerah sebagai politisi sontoloyo. Sebab, Jokowi sebagai kepala pemerintahan telah menginstruksikan kepala daerah untuk memaksimalkan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya kepala daerah yang korupsi menghambat program kesejahteraan masyarakat.
"Peran kepala daerah kan jelas sangat tinggi untuk memajukan daerahnya meskipun presiden berkomitmen untuk menaikkan kesejahteraan umum. Hal itu jelas tak akan berjalan ketika kepala daerahnya tak sejalan dengan presiden karena gardu terdepan di daerah jelas kepala daerah kan," jelas Bayu.
Presiden Jokowi di Pembukaan Asian Para Games 2018, Sabtu (6/10/2018). (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi di Pembukaan Asian Para Games 2018, Sabtu (6/10/2018). (Foto: Dok. Biro Pers Setpres)
Selain itu, menurut Bayu, maraknya kepala daerah yang korupsi usai pilkada berpangkal dari minimnya usaha parpol untuk mempelajari rekam jejak kadernya sendiri hingga adanya mahar politik yang tinggi.
ADVERTISEMENT
"Parpol itu cenderung lama regenerasi kader, mahar politik yang tinggi, minimnya usaha parpol untuk mempelajari rekam jejak masing-masing kadernya," ucap Bayu.
Tak hanya parpol, Bayu juga menyoroti pihak DPRD yang seharusnya berperan sebagai pengawas kerja kepala daerah justru ikut andil dalam korupsi kepala daerah.
"DPRD bukannya dia menjalankan fungsinya sebagai pengawas, tapi justru malah menjadi rekan dimana mereka justru membantu kepala daerah itu memuluskan rencananya untuk menjalankan suatu program yang sebenarnya bisa dinyatakan bermasalah oleh pihak DPRD," pungkas Bayu.