Polling Pasca-Debat Cawapres: Siapa Unggul?

19 Maret 2019 9:46 WIB
comment
171
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Duel calon wakil presiden Ma'ruf Amin vs Sandiaga Uno dalam panggung debat Minggu malam (17/3), ternyata tak seheboh saat Joko Widodo dan Prabowo Subianto berdebat. Debat itu sebagaimana banyak pihak prediksi, menjadi debat santun antara santri dan kiai. Ada juga yang menyebutnya debat generasi milenial vs baby boomers, dan istilah lainnya.
ADVERTISEMENT
Membuka debat, Ma'ruf Amin berhasil mengambil sorot lampu panggung dengan memaparkan tema debat soal pendidikan, kesehatan, kebudayaan dan ketenagakerjaan secara ringkas, padat, dan menggunakan waktu yang pas, 4 menit. Performa di awal ini mematahkan keraguan orang soal Ma'ruf tak bisa menyesuaikan waktu.
Tapi, itu hanya terjadi di segmen pertama, karena pada segmen selanjutnya Ketua Umum MUI itu menyisakan waktu 26-30 detik, dan pada segmen tanya jawab justru kekurangan waktu. "Masih ada waktunya?" tanya Ma'ruf saat moderator Putri Ayuningtyas memotong saat Ma'ruf berbicara soal Kartu Pra-Kerja.
Soal substansi, paparan Ma'ruf bisa disimplikasi menjelaskan 3 kartu sakti yang cocok dengan tema debat. Yaitu Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, Kartu Sembako Murah, dan Kartu Pra-Kerja. Kemudian narasi itu diolah dengan dua senjata yang menuai acungan jempol. Pertama, istilah-istilah kekinian yang tak diduga keluar dari pikiran Ma'ruf, seperti decacorn, infrastruktur langit, 10 years challenge, dan dudi (dunia usaha dan dunia industri).
ADVERTISEMENT
Kedua, sebagai kiai tentu saja Ma'ruf menyitir dalil-dalil dalam Alquran, hadis, dan kaidah fikih. Di antaranya mengutip Surat Al-Maidah ayat 40, Al-Baqarah ayat 233, dua kaidah fikih, satu hadis, dan bahasa Arab (alluba, ta'dzim, takmil, dan ziadah). Sehingga lengkap sudah malam itu Ma'ruf hadir sebagai cawapres juga kiai yang dihormati.
Sementara Sang Penantang, Sandiaga Uno, tak kalah percaya diri meyakinkan penonton debat. Memulai debat dengan narasi 'sudah berkunjung ke 1.500 titik dalam 7 bulan. Pengusaha berharta Rp 5 triliun itu hampir selalu mengaitkan masalah debat dengan lapangan pekerjaan.
Soal substansi, Sandi menohok Ma'ruf dengan janji menghapuskan Ujian Nasional (UN) diganti penerusan minat dan bakat, dan menawarkan konsep sekolah link and match dengan pekerjaan. Satu lagi melawan 3 kartu sakti dengan kartu dari dompet bernama e-KTP.
ADVERTISEMENT
Lalu di mana perdebatannya?
Seperti sudah disebut, tak banyak perdebatan. Paling menyita perhatian soal dana riset. Ma'ruf ingin dana riset di berbagai kementerian dan lembaga terkoordinasi dalam Badan Riset Nasional, sementara Sandi menyebut lembaga baru menambah birokrasi baru, sehingga solusi terbaiknya adalah bagaimana riset-riset yang ada bisa diterapkan.
Perdebatan lain muncul saat Sandi menyerang kebijakan pemerintah soal tenaga kerja asing (TKA) yang kontras dengan angka 7 juta pengganguran di Indonesia. TKA itu juga tak diwajibkan bisa berbahasa Indonesia. Tapi Ma'ruf pasang tameng. Jumlah TKA itu hanya 0,01 persen alias paling rendah di antara negara lain. Lagi pula, TKA di Indonesia hanya pada posisi-posisi tertentu.
Menutup debat, Sandi menghantam janji 3 kartu sakti Jokowi-Ma'ruf dengan e-KTP, sementara Ma'ruf menggunakan kesempatan itu dengan ajakan melawan hoaks. Hoaks jika Jokowi terpilih kementerian agama dibubarkan, pelajaran agama dilarang, azan dilarang, dan zina dilegalisir. "Saya bersumpah demi Allah selama hidup saya kan saya lawan upaya-upaya yang akan melakukan itu semua," tutup Ma'ruf.
ADVERTISEMENT
Jadi, siapakah menurutmu yang lebih baik dalam debat? Sudahkah kamu menentukan pilihan setelah melihat debat ketiga Pilpres 2019?