Unjuk Rasa, Makassar

Polri Minta Maaf ke Jurnalis yang Dianiaya saat Meliput Demo

26 September 2019 17:34 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di Jembatan Layang, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (24/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
zoom-in-whitePerbesar
Mahasiswa terlibat bentrok dengan aparat kepolisian di Jembatan Layang, Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (24/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Abriawan Abhe
ADVERTISEMENT
Aksi unjuk rasa di sejumlah daerah diwarnai kericuhan dengan aparat. Tak hanya mahasiswa, para jurnalis yang meliput demo juga menjadi sasaran.
ADVERTISEMENT
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat kekerasan terhadap jurnalis sebagian besar terjadi di Jakarta saat meliput demonstrasi mahasiswa di depan Gedung DPR. Di antaranya, jurnalis Kompas.com, IDN Times, dan Katadata.
Kekerasan serupa juga terjadi di Makassar, saat massa menggeruduk kantor DPRD. Kejadian ini dialami jurnalis Antara, inikata.com, dan Makassar Today.
Saat dikonfirmasi, Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, mengaku bersalah. Namun, Dedi hanya mengerucut kepada jurnalis Antara.
“Begitu kejadiannya di Sulsel. Saya langsung komunikasi dengan Pemred Antara. Secara pribadi, saya menyesalkan kejadian tersebut, dan saya perintahkan Kabid Humas menemui yang bersangkutan dan dan meminta maaf,” kata Dedi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kamis (26/9).
“Dan anggota yang terbukti melakukan perbuatan itu saya minta ditindak tegas oleh propam setempat,” kata Dedi.
ADVERTISEMENT
Dedi kemudian menyarankan agar jurnalis dibekali dengan rompi bertuliskan ‘PERS’ di bagian depan agar mudah diidentifikasi. Sekaligus, untuk memastikan keamanan dalam bertugas kala meliput kerusuhan. Alasannya, kata Dedi, kartu pers yang ada sekarang terlalu kecil untuk dilihat.
“Teman media yang meliput harus cermat, di mana tempat yang aman. Aman dari massa dan aparat. Kejadian selama ini terjadi saya lihat rekan media di depan gabung massa. Kemudian identitas kecil, enggak kelihatan dari jauh kalau pers, meskipun ngomong pers,” tutup Dedi.
AJI sebelumnya menyebut beberapa jurnalis dari media lokal dilarang meliput. Mereka juga dilarang merekam sejumlah momen saat kericuhan di depan Gedung DPR terjadi.
“Wartawan Kompas.com, IDN Times, Katadata, mereka mengalami kekerasan oleh polisi karena merekam kekerasan yang terjadi. Semalam juga mobil Metro TV dirusak oleh massa,” kata Joni saat konferensi pers di LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat (25/9).
ADVERTISEMENT
Sementara di Makassar, saat kejadian, para jurnalis sedang menjalankan tugasnya untuk mengambil gambar lengkap dengan Id Card. Namun, mereka mengaku mendapat penganiayaan dari aparat ketika bentrokan terjadi.
Sebagai catatan, profesi wartawan dilindungi oleh UU no 40 tahun 1999 tentang pers. Dalam UU tersebut, dijelaskan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Pers nasional juga tidak dikenakan penyensoran, pemberedelan atau pelarangan penyiaran. Dan, untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Terakhir, dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal 28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten