Polri: Wajar Ada Polarisasi di Pemilu, Asal Jangan Disintegrasi Bangsa

15 Januari 2019 11:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Publik Pemilu Hoaks dan Penegakan Hukum di Hotel Pullman. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Publik Pemilu Hoaks dan Penegakan Hukum di Hotel Pullman. (Foto: Fahrian Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kepala Satgas Nusantara Irjen Pol Gatot Purnomo menegaskan lembaganya akan tetap netral dalam mengamankan Pemilu 2019. Menurutnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga telah memberikan arahan tersebut baik langsung ataupun tidak kepada para jajarannya.
ADVERTISEMENT
"Polisi itu netral. Itu sudah diatur dalam UU Kepolisian di Pasal 28. Pak Kapolri sudah menyampaikan arahan-arahan, baik video konpres maupun tertulis. Polisi ini netral, terutama dalam pemilu," kata Gatot di Hotel Pullman, Gondangdia, Jakarta Pusat, Selasa (!5/1).
Gatot tak menampik, ajang pileg dan pilpres memang berpotensi menimbulkan gesekan-gesekan di masyarakat. Meski, menurutnya, suasana panas di kontestasi politik merupakan hal yang wajar.
"Tapi, kalau masyarakat terpolarisasi mendukung calon dan menimbulkan gesekan, itu yang enggak biasa. Karena bangsa ini dalam proses transisi dalam demokrasi," ucapnya.
Apalagi, tahun ini, pileg dan pilpres digelar bersamaan, berbeda dengan 2014. Fakta bahwa pileg dan pilpres digelar serentak, lanjut Gatot, membuat potensi kerawanan dan gesekan semakin tinggi.
ADVERTISEMENT
"Mereka juga akan bertarung dalam internal sendiri, dapat menimbulkan potensi kerawanan. Gesekan-gesekan. Ini kerawanan. Belum lagi parpol mereka pasti tidak mau terdegradasi dari ambang batas pemilu," jelas dia.
Selain itu, Polri juga mengantisipasi agar gesekan yang terjadi di masyarakat karena pilpres tidak sampai memicu disintegrasi bangsa. Gatot mengajak semua pihak bijak bersikap dalam tahun politik ini. Sebab, pengalaman ini akan membuat demokrasi di Indonesia makin berkualitas.
"Masyarakat terpolarisasi boleh, itu hak politik. Tapi kalau sampai terjadi disintegrasi bangsa, itu yang enggak boleh. Karena bangsa ini sedang proses transisi demokrasi menuju konsolidasi demokrasi," jelas Gatot.
Ia menuturkan, meski kedua paslon dan para caleg maju dengan mengadu gagasan masing-masing, namun cara kotor seperti black campaign bukan tidak mungkin terjadi. Apalagi, di era digital seperti sekarang, penyebaran berita bohong dan black campaign lebih mudah dilakukan.
ADVERTISEMENT
"Tapi kita berharap, dalam pemilu ini bisa berjalan bermartabat. Tidak menutup kemungkinan, kita berharap para calon ini, legislatif, DPD, capres, dan cawapres, mereka saling adu gagasan, track record dan lain-lain untuk membangun bangsa ini," tegasnya.