PP Muhammadiyah Minta Jokowi Tepati Janji, Selesaikan Kasus HAM

7 Juni 2018 14:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Joko Widodo dan Jusuf Kalla rapat SDM. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Joko Widodo dan Jusuf Kalla rapat SDM. (Foto: Yudhistira Amran Saleh/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa kasus pelanggaran HAM masa lalu hingga kini masih belum diselesaikan pemerintah. Padahal, penyelesaian masalah pelanggaran HAM masa lalu merupakan janji politik dari Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution, mengatakan, selama 3,5 tahun masa pemerintahan Jokowi-JK, belum ada tanda-tanda penyelesaian permasalahan tersebut.
"Saya kira 3,5 tahun rezim ini mestinya, ini janji politik di Nawa Cita. Ada satu komitmen politik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu. Pertanyaannya, apa yang sudah diselesaikan sampai sekarang? Belum," kata Maneger di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (7/6).
Maneger juga menyoroti soal kasus pelanggaran HAM yang diatur dalam Revisi KUHP. Menurut dia, kasus pelanggaran HAM bukanlah kasus biasa. Sehingga, tak boleh ada masa kadaluarsa dalam penanganan kasus tersebut.
"Pemerintah ini harus paham betul mereka tidak boleh menganggap pelanggaran HAM itu sebagai pelanggaran HAM biasa. Kalau pelanggaran pidana biasa, 20 tahun kemudian itu kadaluarsa. Kalau pelanggaran HAM itu enggak ada kadaluarsanya," jelas dia.
Aksi kamisan ke-505 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Aksi kamisan ke-505 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Menurut Maneger, kasus pelanggaran HAM sebaiknya tak diatur dalam revisi UU KUHP. Sebab, khusus pelanggaran HAM, sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak setuju masuk RKUHP, karena dia sudah ada UU sendiri, sudah ada lembaga sendiri. Ini lex specialis (hukum bersifat khusus)," ucap dia.
Maneger menilai, jika pemerintah menganggap penuntasan kasus HAM masa lalu akan menimbulkan kegaduhan, pemerintah bisa menerbitkan Perppu rekonsiliasi dan menyampaikan pernyataan keprihatinannya.
"Buat saja Perppu, Peppu untuk payung hukum rekonsiliasi itu. Kemudian, kedua, pemerintah kemudian membuat statement kepada publik, permintaan maaf. Pasti akan pro dan kontra, yang paling lembut menyatakan keprihatinan bahwa kita punya sejarah kelam," tutup dia.
Poin yang bertentangan dengan UU Pengadilan HAM adalah soal ancaman hukuman bagi pelaku. Dalam revisi UU KUHP, ancaman hukuman bagi pelaku kejahatan HAM diancam minimal 5 tahun penjara dan maksimal 10 tahun penjara.
ADVERTISEMENT
Sementara, dalam UU dijelaskan, ancaman hukuman bagi pelakuk pelanggaran HAM berat minimal 10 tahun dan maksimal 25 tahun penjara.