PPP: Koalisi SBY-Prabowo Belum Final, Demokrat Masih Temui Tim Jokowi

25 Juli 2018 12:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
SBY dan Prabowo Subianto bersalaman usai melakukan pertemuan di Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
SBY dan Prabowo Subianto bersalaman usai melakukan pertemuan di Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (24/7). (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Selasa (24/7) malam, memberi isyarat kemungkinan terbukanya peluang koalisi antara Gerindra dan Demokrat di Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal ini, Sekjen PPP Arsul Sani menilai kemungkinan terbentuknya koalisi Gerindra dan Demokrat belum final. Terlebih dengan skenario pasangan Prabowo Subianto - AHY yang belum tentu diterima PAN dan PKS sebagai partai koalisi Gerindra.
"Kalau yang di sana itu kan masih kami melihatnya masih cair. Kan bisa jadi memang sudah cukup, misalnya Pak Prabowo Subianto berpasangan cawapres dari Demokrat. Tetapi kan pertanyaannya kemudian apakah bisa diterima oleh PKS dan PAN," kata Arsul di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/7).
Arsul bahkan membandingkan koalisi Gerindra-Demokrat dengan partai koalisi Jokowi. PPP yang sudah mendukung capres petahana mengaku tetap menerima siapa pun cawapres yang akan dipilih Jokowi.
"Yang sebetulnya boleh dibilang solid itu justru ada di koalisinya Pak Jokowi. Karena, misalnya, kita sudah sepakat menyerahkan soal cawapresnya itu ke Pak Jokowi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Arsul juga menilai masih ada kemungkinan Demokrat berpaling dan mendukung Jokowi. Sebab kedua belah pihak kerap melakukan komunikasi selama beberapa waktu belakangan.
"Di sisi yang lain faktualnya sampai beberapa waktu yang lalu juga masih ada komunikasi antara Demokrat dengan sebut saja timnya Pak Jokowi, seperti itu," tuturnya.
Arsul berpendapat, Demokrat memiliki perhitungan politik sendiri. Khususnya soal tawaran dalam pembagian kekuasaan dalam kabinet yang akan datang.
"Itu kan tentu punya perhitungan-perhitungan politiknya sendiri. Nah perhitungan politik itu apa sih? Kalau menurut saya perhitungan politik itu ujungnya itu adalah bargaining dalam power sharing," ujarnya.
Jika dalam koalisi Jokowi mendapat tawaran lebih, maka kemungkinan dukungan itu akan beralih untuk membentuk kemenangan di pilpres mendatang.
ADVERTISEMENT
"Misalnya Pak Jokowi selama ini terus bertemu itu bargaining-nya belum maksimal. Kemudian di tempat lain ada potensi untuk lebih maksimal, maka bisa saja kemudian dipertimbangkan ke tempat lain," pungkasnya.
Diketahui, dalam koalisi Gerindra-Demokrat turut membawa skenario Prabowo-AHY di pilpres mendatang. Namun, skenario tersebut masih terus digodok agar bisa diterima parpol koalisi lainnya.