news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Prabowo Persoalkan DPT hingga Situng dalam Gugatan ke MK

25 Mei 2019 16:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon Presiden Prabowo Subianto mendengarkan pertanyaan media saat memberikan keterangan pers di kediaman Prabowo, Kertanegara. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
zoom-in-whitePerbesar
Calon Presiden Prabowo Subianto mendengarkan pertanyaan media saat memberikan keterangan pers di kediaman Prabowo, Kertanegara. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
ADVERTISEMENT
Prabowo-Sandi dalam gugatannya ke Mahkamah Konstitusi (MK) tak hanya mempersoalkan dugaan kecurangan yang dilakukan Jokowi, tetapi juga KPU sebagai penyelenggara.
ADVERTISEMENT
BPN Prabowo-Sandi menyebut terdapat 3 poin kejanggalan yang diduga dilakukan KPU. Sehingga hal itu dinilai bisa merugikan paslon 02, Prabowo-Sandi.
Berikut 3 poin gugatan BPN yang termuat dalam argumentasi kecurangan kuantitatif di Pilpres 2019:
Ilustrasi warga mengecek Daftar Pemilih Tetap (DPT) Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
BPN menilai ada 17,5 juta daftar pemilih tetap (DPT) yang tidak masuk akal. Sebanyak 17,5 juta DPT yang tidak masuk akal itu dibagi dalam 3 kelompok yakni data kelahiran 1 Juli sebanyak 9,817,003 orang, kelahiran 31 Desember sebanyak 5,377,401 orang, dan kelahiran 1 Januari 2,359,304 orang.
BPN menemukan DPT tak masuk akal itu masuk dalam daftar pemilih di 19.427 TPS di Pulau Jawa. Salah satunya di TPS 5, Desa Genteng, Bangkalan, Jawa Timur. Di TPS tersebut, terdapat 228 DPT yang bertanggal lahir 1 Juli
ADVERTISEMENT
"Akal sehat tentu sangat meragukan, bagaimana mungkin di satu TPS ada 228 orang yang punya data lahir sama tanggalnya," bunyi gugatan BPN.
Selain persoalan tanggal lahir yang sama, BPN juga menemukan adanya 20.475 pemilih di DPT yang ternyata berusia di bawah 17 tahun.
Sayangnya, KPU hanya melakukan klarifikasi dengan cara sampling sebanyak 3.384 orang saja. Sehingga KPU dinilai terbukti melanggar prinsip one person, one value, one vote.
Masalah lainnya dalam DPT yakni adanya pemilih berusia di atas 90 tahun, dengan kelahiran tahun 1800 atau 1900 sebanyak 304.782 orang. BPN menganggap KPU tidak mampu mengklarifikasi kebenaran data tersebut.
"Semua fakta ini menunjukkan terdapat kekeliruan yang terstruktur, sistematis, dan masif yang tidak bisa diatasi KPU," ucap BPN.
Ilustrasi sistem informasi penghitungan suara (SITUNG) Pemilu 2019. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
BPN menemukan banyaknya kesalahan input data pada Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng). Hal itu menyebabkan ketidaksesuaian informasi dengan data yang ada pada C1 yang dipindai KPU dari 34 provinsi.
BPN kemudian mencontohkan adanya studi kasus kekacauan Situng di Jawa Timur. Dalam studi kasus itu, terdapat permasalahan di 3.742 TPS yakni:
ADVERTISEMENT
"KPU telah menampilkan Situng yang membohongi publik karena banyaknya cacat jumlah angka dan cacat bentuk form C1, yang kemudian dipergunakan sebagai acuan informasi publik terkait hasil penghitungan Pilpres 2019," jelas BPN dalam gugatannya.
Ilustrasi pemungutan suara atau TPS Foto: Hendra N/Antara
BPN menyebut dokumen C7 (daftar hadir pemilih di TPS) merupakan salah satu dokumen yang penting. Namun demikian, BPN menemukan banyak dokumen C7 yang sengaja dihilangkan, salah satunya di Kabupaten Sidoarjo, Jatim.
BPN pun siap membuktikan di daerah mana saja C7 yang sengaja dihilangkan saat proses persidangan.
Dengan bukti-bukti tersebut, BPN dalam petitumnya meminta kepada MK agar menyatakan batal atau tidak sah keputusan KPU terkait hasil Pemilu 2019, menyatakan paslon 01 melakukan pelanggaran dan kecurangan secara TSM, mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf dari peserta Pilpres 2019, menetapkan Prabowo-Sandi sebagai presiden-wapres terpilih 2019-2024, atau meminta KPU melaksanakan PSU di seluruh Indonesia.
ADVERTISEMENT