Pramoedya Ananta Toer: Bunuh Diri, Dibunuh atau Sakit?

22 Juni 2018 19:20 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
“Pemuda harus melahirkan pemimpin,” begitu pesan terakhir Pramoedya Ananta Toer yang terukir di nisan pusaranya. Tepatnya di blad 41 TPU Karet Bivak, Jakarta Pusat, di sanalah jasad Pram bersemayam.
ADVERTISEMENT
Pram meninggal pada 30 April 2006 silam. Meski 12 tahun sudah berlalu, nama Pram masih tetap terkenang. Karya-karyanya terus dibaca orang dan yang teranyar akan difilmkan, yaitu novel Bumi Manusia. Seperti prinsip Pram, “menulislah, maka namamu akan abadi”.
Ilustrasi Pramoedya Ananta Toer (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Tentang kematiannya, banyak versi yang bermunculan di kalangan khalayak. Ada yang menyebut Pram meninggal karena bunuh diri, sakit, dan ada juga yang menduga dia dibunuh. Bagaimana kisah sebenarnya?
Adik kebanggaan Pram, Soesilo Toer, menyebut hanya dialah yang mengetahui penyebab kematian sang kakak. Soes adalah satu di antara 8 saudara yang dekat dengan Pram dan cenderung menjadi kepercayaan.
Soesilo Toer di Perpustakaan PATABA (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan​)
Dalam perbincangan santai dengan kumparan di kediamannya di Jalan Sumbawa No.40 Blora, Soes menceritakan kematian mulai mengintai Pram kala dirinya hendak berliburan dengan keluarganya ke Bali.
ADVERTISEMENT
“Jadi waktu itu, Pram mau jalan-jalan dengan keluarganya dengan 4 mobil. Kan semua anak-anaknya dibelikan mobil, dibelikan mobil. Kan dia banjir duit. Nah itu mau ke Bali. (Sebelumnya) Tahun 2003 Pram ke Blora, Pram kepengin damai bersama bapaknya, Pram itu benci dengan bapaknya,” Soes mengisahkan, Rabu (6/6).
Pram membenci sang ayah karena merasa dia pernah dibohongi sewaktu ingin menempuh pendidikan di MULO Madiun. Pram diminta sang ayah kembali ke Blora untuk bersekolah ke Institut Boedi Oetomo, padahal dia sudah lulus dari sana. Pram kecewa berat dan menangis terus menerus di kuburan.
“Nah itu untuk damai dengan bapaknya yang sudah meninggal itu kepengin mengeramik kuburan bapaknya di Blora. Di situ ada 9 kuburan, dikeramik. Dia datang ke sana sama anaknya sama istrinya, anak pertama dari istri kedua,” Soes melanjutkan.
Pramoedya Ananta Toer (Foto: AP Photo)
Pram mengatakan niatnya pada sang istri untuk mengeramik kuburan ayahnya bila nanti memiliki banyak uang. Kala itu istrinya setuju.
ADVERTISEMENT
Saat yang ditunggu pun tiba. Pram banjir uang hasil royalti karya-karyanya. Niatan untuk mengeramik kuburan sang ayah kemudian dia tagih pada istrinya. Tetapi sayangnya sang istri itu justru menolak.
“Ngapain kuburan dikeramik, habis-habisin uang. Enggak usah,” Soes menirukan ucapan istri Pram.
Pram marah bukan main. Dia akhirnya memutuskan untuk tidak ikut liburan ke Bali, sedangkan anak dan istrinya tetap menuju Pulau Dewata.
Pram kemudian kembali ke Bogor bersama Soes. Saat itu Pram berjalan mengenakan kaos kaki dan sandal. Menurut Soes, kesehatan Pram sudah mulai memburuk. Tangannya sudah menguning karena pengaruh nikotin.
Selama di perjalanan, Pram sedikit pun tidak menyentuh makanan satu kardus yang sudah dibawakan keluarganya. Dia hanya sesekali memakan bekal pisang rebus sang adik.
ADVERTISEMENT
“Pram itu gelisah banget. Sampai sana (rumah) langsung ke lemari ngambil wine. Ayo kita bersulang. Tiga hari tiga malam saya di situ. Selama 3 hari saya sediakan makanan favorit dia, disinggung saja ndak. Jadi ndak makan 3 hari itu. Minum saja, lemarinya penuh wine,” tutur Soes.
Soes kemudian pulang dan Pram menjalani rutinitas sehari-harinya sebagai penulis di rumahnya. Selain menulis, Pram juga hobi bakar sampah di kebun rumahnya. Menurut Soes, di kebun rumah Pram terdapat kolam renang, kolam ikan, dan fasilitas lain.
“Dia lagi bakar sampah, Bogor kan kota hujan. Bakar sampah terus capek tidur di kebun di bangku. Terus hujan. Nah pas bangun tidur semua yang dia lihat itu ungu, semua ungu. Matanya kan sudah terbalik. Terus sakit terus mati. Itu kira-kira bulan Februari. Pram meninggal kan April,” kisah Soes.
Soesilo Toer di Perpustakaan PATABA (Foto: Retno Wulandhari Handini/kumparan​)
Soes pun menyimpulkan penyebab kematian Pram bisa multitafsir. “Kalau Pram meninggal karena enggak mau makan ya kita anggap bunuh diri ya, kalau dibunuh karena apa istrinya enggak mau ngeramik kuburan. Kalau terbunuh dia kena prostat kan,” ucap Soes.
ADVERTISEMENT
Polemik pemakaman Pram
Terjadi perdebatan antara istri, anak, dan Soes perihal di mana Pram seharusnya dikubur. Di satu sisi, anak dan istrinya ingin Pram dimakamkan di TPU Karet Bivak bersama tokoh nasional, seperti Husni Thamrin. Namun, Soes lebih menghendaki Pram dikuburkan di rumahnya.
“Kalau dikuburkan di rumahnya nanti bisa dijadikan taman dan orang bisa datang,” Soes beralasan.
Menurutnya, kunjungan banyak orang nantinya akan mendatangkan pendapatan tersendiri bagi keluarga Pram. Namun, argumen Soes tetap ditolak. Pram akhirnya dikuburkan di TPU Karet Bivak.
Makam Pramoedya Ananta Toer di Karet Bivak (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Tidak seperti makam Husni Thamrin yang dipagar, makam Pram sama halnya dengan makam yang lain.
Ada tulisan “Sastrawan Indonesia” di bagian depan batu nisannya. Di kuburan itu, dikubur pula sang istri, Maemunah Thamrin, yang meninggal pada April 2011 lalu.
Makam Pramoedya Ananta Toer di Karet Bivak (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Menurut perawat kuburan Pram, pusara sang sastrawan itu ramai dikunjungi orang, termasuk keluarganya.
ADVERTISEMENT
“Biasanya anaknya, Ibu Titik Pramoedya (Astuti Ananta Toer) tinggalnya di Bojong. Saya kenalnya Ibu Titik sama Yudhistira. Saya dibayar bulanan buat ngerawat,” ungkap Yusuf yang 2006 lalu menyaksikan prosesi pemakaman Pram.
Namun, akhir-akhir ini Yusuf belum melihat keluarga Pram datang berziarah. Pada 2006 lalu saat dia dikuburkan, orang penuh sesak mengantarkan Pram ke tempat istirahatnya yang terakhir.
Makam Pramoedya Ananta Toer di Karet Bivak (Foto: Nesia Qurrota A'yuni/kumparan)
Terlepas dari itu, karya Pram yang mendunia juga membuat makamnya dikunjungi orang-orang dari mancanegara.
“Dari luar negeri juga banyak. Tapi enggak tahu deh dari mana pokoknya ada saja. Tapi enggak tentu,” kata Yusuf
----------------------------------------------------------------
Ikuti kisah Pramoedya dan Soesilo lebih lanjut di topik Jejak Pram.