LIPSUS Awas Distimia, Ilustrasi depresi

Psikolog: Penanganan Bunuh Diri di Indonesia Tertinggal 20 Tahun

21 Maret 2019 16:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Depresi Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Depresi Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Mencari tempat konsultasi psikologi tidak melulu harus ke rumah sakit besar atau klinik khusus dengan biaya yang tak sedikit. Di Jakarta, konsultasi psikologi bisa dilakukan di Puskesmas.
ADVERTISEMENT
Senin sore (18/2), kumparan mendatangi salah satu fasilitas kesehatan tingkat pertama di daerah Jakarta Timur. Di bangunan berlantai dua dengan dinding berkelir hijau itu terdapat poli psikologi yang diapit poli Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dan poli Penyakit Tidak Menular (PTM). Poli itu sudah ada sejak Mei 2018.
Marina Nurrahmani, satu-satunya Psikolog yang bekerja di sana menemui kami untuk berbincang-bincang tentang kasus bunuh diri yang terus meningkat di Indonesia. Magister Profesi Psikologi Universitas Indonesia itu juga menceritakan pengalamannya menangani pencegahan bunuh diri. Berikut wawancara lengkap kumparan dengan Marina.
Banyak yang datang ke poli psikologi ini?
Lumayan banyak yang mengakses, ada juga yang rujukan dari poli umum, dokternya curiga kok ini bolak-balik berobat tapi setelah diperiksa fisik ternyata baik-baik saja, barangkali ada tekanan psikologis yang berdampak pada gejala-gejala fisik.
ADVERTISEMENT
Setiap hari pasti ada yang datang?
Setiap hari hampir selalu ada. Hari ini misalnya, ada dua yang datang. Minggu lalu, sehari bisa tiga bisa empat. Angka tertingginya 80-an per bulan, itu kan berarti dalam sehari empat.
Bunuh diri di Indonesia dalam angka Foto: Putri Arifira/kumparan
Kasusnya seperti apa saja?
Kasusnya beragam, tapi kan di sini karena settingnya kesehatan biasanya memang kecemasan, depresi atau psikomatis, psikomatis kan juga bagian dari kecemasan.
Yang paling ekstrem, pernah ada yang sampai berpikiran bunuh diri?
Kalau ada yang ingin bunuh diri dalam artian sudah punya rencana, itu ada, tapi tidak sampai melakukan.
Banyak yang seperti itu?
Kalau di aku enggak banyak, kalau diangkakan enggak nyampailah 10.
Kebanyakan perempuan atau laki-laki?
ADVERTISEMENT
Kalau yang aku temukan kebanyakan perempuan ya (yang cerita mau bunuh diri), kalau laki-laki biasanya cemas, kalau yang di aku jarang (laki-laki yang berpikiran ingin bunuh diri). Secara teori laki-laki jarang ngomong, langsung aja. Kalau perempuan itu cenderung cara bunuh dirinya itu yang tidak terlalu mematikan, kalau laki-laki langsung mematikan (cara bunuh dirinya).
Orang yang datang ke poli di sini memang masyarakat sekitar?
Ada yang orang sini ada juga yang bukan sih, kalau orang luar biasanya di kecamatannya belum ada psikolog ya dia ke sini, jadi memang beneran nyari. Kalau orang sini biasanya rujukan.
Khusus untuk orang-orang yang sudah berpikiran bunuh diri apakah nanti akan dirujuk lagi?
Jadi untuk pasien-pasien yang sudah berencana bunuh diri pasti dirujuk ke psikiater dan itu harus didampingi, nanti dokter bagian jiwanya akan merujuk ke psikiater supaya dapat obat.
ADVERTISEMENT
Kalau usia?
Rata-rata usia produktif antara 20-40 tahun, ada yang single ada yang sudah menikah.
Mereka yang memiliki gangguan mental ini bisa sembuh total tidak?
Itu sebutannya bukan sembuh, kalau yang mengalami masalah psikologis atau gangguan kejiawaan sebutannya pulih. Kenapa? karena masalah itu masalah yang kronis, pun sudah diobati tetap ada kemungkinan itu bisa kambuh lagi. Misalnya ada momen-momen tertentu dalam hidup kita yang cukup berat, seperti pernikahan, perceraian atau kehilangan orang yang kita sayang. Itu semua bisa jadi pemicu.
Mereka yang konsultasi masalah psikologis latar belakang pendidikannya bagaimana?
Kalau di sini kan rata-rata SMA ke bawah. Pasien saya kebanyakan lulusan SMA, SMP ada, yang enggak lulus SD juga ada.
ADVERTISEMENT
Penanganan untuk pasien yang berpikiran untuk bunuh diri?
Pertama kita dengerin dulu dan kita gali dulu data-data pentingnya. Saat dia bilang mau bunuh diri saya harus catat dong, rumahnya di mana, nomor telepon yang bisa dihubungi ketika emergency siapa, itu harus kita dapat dulu. kita punya tekniknya (untuk menggali informasi tersebut). Kita tanya ketika mau bunuh diri ada tidak orang yang bisa dihubungi, yang ketika berbicara dengan orang itu akan merasa lebih tenang. Bantu dia untuk mencari pertolongan, ada enggak teman kamu yang kira-kira peduli, bukan untuk ngerepotin tapi kamu butuh untuk ditemani.
Mitos dan Fakta Bunuh Diri Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Mitos dan Fakta Bunuh Diri Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
Bagaimana orang awam melihat gejala orang yang ingin bunuh diri?
Pertama, lihat ada perubahan enggak dari penampilan, perilaku atau perkataan. Jadi kita detect aja, kalau sudah mulai sering ngomong gue pengen mati aja, aduh udah enggak tahan lagi, kalau sudah banyak muncul keyword-keyword itu, berarti ada perubahan perkataan. Untuk penampilan, barangkali dari yang awalnya sangat merawat diri , tapi mulai berubah awut-awutan, tidak terlalu menjaga diri. Kemudian dari perubahan perilaku, yang tadinya masih mau makan-makan sama kita tapi sekarang mulai menghindar, yang tadinya masih mau ngomong jadi enggak mau ngomong, enggak mau kontak mata.
ADVERTISEMENT
Peran pemerintah?
Sebenarnya ada nomor darurat yang bisa dihubungi 112, itu dari BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) DKI. Ada juga nomor telepon Damkar, kalau mau bunuh diri Damkar kan punya alat pengamannya.
Kendala di Indonesia untuk penanganan masalah psikis?
Pertama itu stigma terhadap orang-orang yang punya masalah psikis, dibilangnya lemah banget, enggak punya kekuatan. Stigma itu efeknya banyak termasuk ke cari pertolongan yang tidak tepat. Contohnya memakai obat-obatan penenang tanpa resep dokter, kadang suka sok tau self diagnosed. Ada stigma terhadap diri sendiri yang jadinya mendisable diri sendiri. Membuat orang malu juga untuk mengakses pengobatan. Orang keluar dari poli ini aja pada dilihatin, ini karena pengaruh rendahnya edukasi juga. PR utama kita itu ada di edukasi, kami belum bisa berbuat banyak karena edukasi saja masih rendah. Edukasi ke masyarakat bahwa menjaga kesehatan jiwa itu penting, caranya bagaimana, hal yang sebenarnya bisa preventif.
ADVERTISEMENT
Perbandingan dengan negara lain?
Waktu itu saya pernah short course di Australia, kita itu ketinggalan 20 tahun dalam hal edukasi, dalam hal awareness, dalam hal fasilitas, dalam hal stigma. Di sana tentu masih ada stigma, tapi tidak seperti di sini. Kalau di sini orang keluar poli langsung dilihatin ada apa. Kasus ini sebenarnya juga serius di Indonesia, kesannya selama ini jumlah orang yang bunuh diri di Indonesia tidak sesignifikan di luar negeri, padahal kita kan enggak tahu, kadang kasusnya ditutup-tutupi, dibilangnya serangan jantung padahal bunuh diri. Cuma kita kan terus bergerak ya, regulasi terus berjalan.
Apa yang harus dibenahi?
Kalau mau main dari level dasar, ya dari level keluarga karena itu kan masyarakat yang paling kecil. Puskesmas itu atau layanan kesehatan kan dia istilahnya life cycle service, dia melayani mulai dari orang mau nikah, orang mau punya anak, kemudian orang sudah melahirkan, balita, remaja, dewasa di umum, ada juga lansia. Semuanya ditangani mulai dari soal gizinya, fisiknya, psikisnya. Kalau mau dibenahi dari layanan kesehatan itu sudah dimulai kok. Di Jakarta sudah jalan, paling enggak di kecamatan.
ADVERTISEMENT
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten