Putusan MK: MKD Tak Berwenang Laporkan Penghina DPR

28 Juni 2018 17:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mahkamah Konstitusi membatalkan kewenangan tambahan Majelis Kehormatan Dewan sebagaimana yang diatur dalam UU MD3. Kewenangan yang dimaksud adalah MKD bisa melaporkan orang, kelompok, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan DPR atau anggota DPR.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 122 huruf i UU MD3 Tahun 2018. Pasal tersebut digugat lantaran dinilai berpotensi membatasi kebebasan berpendapat masyarakat.
Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa aturan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Ketua MK Anwar Usman, membacakan putusan tersebut, Kamis (28/6).
Majelis hakim memaparkan bahwa MKD merupakan lembaga etik yang bertugas mendukung pelaksanaan fungsi dan hak anggota DPR. Tujuannya adalah agar anggota DPR tidak melakukan sesuatu yang berpotensi melanggar kode etik yang berujung merendahkan martabat institusi DPR.
Adanya penambahan wewenang MKD untuk melaporkan pihak luar dinilai majelis hakim tidak tepat. Sebab, ruang lingkup MKD dinilai hanya mencakup internal DPR saja, tidak bisa menjangkau pihak lain.
ADVERTISEMENT
"MKD bukanlah alat kelengkapan yang dimaksudkan sebagai tameng DPR untuk mengambil langkah hukum terhadap orang perorangan yang dinilai telah merendahkan martabat DPR atau anggota DPR," bunyi pertimbangan hakim.
Menurut hakim, MKD hanya dibatasi pada wilayah penegakan etik dan tidak bisa dicampuradukan dengan fungsi penegakan hukum. Majelis hakim menyebut bahwa anggota DPR atau DPR secara instusi bisa melaporkan secara personal atau kelembagaan bila memang merasa direndahkan kehormatannya.
"Penambahan tugas MKD yang demikian dapat menimbulkan rasa takut bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam turut serta mencegah terjadinya pelanggaran kode etik yang dilakukan anggota DPR," kata hakim.
Selain itu, frasa "merendahkan kehormatan DPR dan anggota DPR" sebagaimana termuat dalam UU MD3 dinilai sangat umum dan tidak jelas. Sehingga hal tersebut berpotensi menimbulkan multitafsif sebab tidak ada penjelasan ukuran dan batasan perbuatan atau perkataan yang dapat dikategorikan merendahkan kehormatan DPR.
ADVERTISEMENT
"Akan membuka ruang terjadinya kesewenang-wenangan dalam penegakannya," ujar hakim.
"Sehingga mengancam hak konstitusional warga negara menyampaikan kritik, pendapat dan aspirasi kepada DPR sebagai lembaga perwakilan," imbuh hakim.