Ramai-ramai Menolak Larangan Bercadar di UIN Yogya

8 Maret 2018 6:28 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi cadar (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cadar (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga di Yogyakarta mengeluarkan peraturan kontroversial. Rektorat universitas itu melarang mahasiswinya mengenakan cadar di lingkungan kampus. Jika menentang, akan diberhentikan.
ADVERTISEMENT
Rektor UIN Sunan Kalijaga Yudian Wahyudi menyebutkan aturan itu diterbitkan setelah kampusnya merasa kecolongan dengan adanya pengibaran bendera HTI. Kampus tersebut tidak mau ada paham yang dianggap radikal berkembang di lingkungan akademis mereka.
"41 Mahasiswi kami yang bercadar dari berbagai fakultas terindikasi terjebak dalam paham radikal. Karenanya kami melakukan tindakan preventif dengan mengeluarkan mereka dari kampus," ujar Yudian Wahyudi, Senin (5/3).
Aturan itu sontak mendapat reaksi dari berbagai kalangan. Mulai dari agamawan, anggota DPR, hingga menteri Kabinet Kerja berkomentar soal larangan cadar di kampus. Kebanyakan dari mereka mempertanyakan alasan pelarangan itu.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia Puan Maharani misalnya, dia menganggap seharusnya tidak ada larangan yang menyangkut pilihan personal.
ADVERTISEMENT
"Jadi kita ini jangan kemudian menjadi beda-beda, kalau pakai dan tidak pakai. Tapi sudahlah, kita orang Indonesia dengan keberagaman kita, dengan toleransi kita, Pancasila dan lain-lain," kata Puan Maharani di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (6/3).
Bendera UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (Foto: uin-suka.ac.id)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta (Foto: uin-suka.ac.id)
Suara yang sama ikut dilontarkan Menristekdikti Mohamad Nasir. Tata cara berpakaian dianggapnya merupakan hak pribadi.
"Kementerian hanya mengatur hak semua orang harus dilindungi semua, hak seseorang ya," sebutnya.
Dia kemudian menegaskan, aturan itu tidak berdasarkan imbauan atau aturan dari kemenristekdikti.
"Jadi yang namanya mahasiswa itu kan, apakah pakai jilbab, apakah pakai cadar, semua peraturan yang ini peraturan sudah kami serahkan ke perguruan tinggi, dalam otonominya," jelasnya. Selain itu, UIN disebut Nasir ada dalam kewenangan Kementerian Agama.
ADVERTISEMENT
Majelis Ulama Indonesia juga ikut mengkritisi aturan UIN Sunan Kalijaga. Terlebih alasan pelarangannya dianggap tidak punya dasar yang kuat.
"Kalau radikalisme menjadi alasan pelarangan niqab atau cadar tentu perlu dibuktikan hasil researchnya," kata Ketua Komisi Dakwah MUI KH Cholil Nafis, Rabu (7/3).
Dia malah mempertanyakan tidak adanya aturan kampus yang melarang mahasiswinya untuk berpakaian sopan. Cholil menilai kampus cenderung membiarkan mahasiswa yang tidak pantas.
"Kalau karena kesopanan di kampus mana tak sopan dengan pakaian yang super ketat dan transparan. Pertanyaannya, mana letak kebinekaan kita? Mana letak nalar logika kampus Islam negeri Indonesia?" sebut Cholil.
Sedangkan Wakil Ketua DPR Fadli Zon menganggap kebijakan tersebut bisa melanggar hak asasi manusia (HAM) bagi mahasiswi bercadar.
ADVERTISEMENT
"Mestinya bisa terkait (pelanggaran) HAM. Kita negara yang tak ada kendala atau komplain terhadap orang yang pakai jilbab, enggak pakai jilbab, bercadar atau tak memakai cadar, tak mengganggu orang lain," kata Fadli di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayana, Jakarta, Selasa (6/3).
"Batasnya kalau ada orang lain yang terganggu dengan hal itu. Dalam hal identitas, identitasnya tetap ada," lanjutnya.
Fadli menegaskan, penggunaan cadar merupakan hak pribadi dari setiap perempuan. Baginya, penggunaan cadar juga tak mengganggu orang lain, sehingga tak perlu dipermasalahkan.
"Itu hak pribadi seseorang yang mempunyai kepercayaan untuk menggunakan itu sebagai bagian dari ibadahnya. Selama tak mengganggu orang lain mestinya tak ada masalah," ujarnya.
Penolakan juga disuarakan politisi perempuan. Wakil Ketua Umum DPP PPP Reni Marlinawati mengatakan, tidak ada hubungan antara cara berpakaian dengan kemungkinan seseorang terpapar paham radikal.
ADVERTISEMENT
"Argumentasi tersebut sama sekali tidak memiliki korelasi antara 'paham' dengan 'tampilan', antara isi kepala dengan busana yang dipakai," sebut Reni.
Reni menilai, kebijakan itu bertentangan dengan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dan konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pasal 28E ayat (2) UUD 1945. Pasal itu berbunyi, "setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya".
"Perguruan tinggi sebaiknya fokus menumbuhkembangkan semangat nasionalisme di kalangan mahasiswa dengan tidak terjebak pada urusan pinggiran yang sama sekali tidak memiliki korelasi substansi terhadap persoalan," jelas dia.
Perbedaan Pandangan Ulama soal Cadar
Umat Islam punya pandangan yang beragam soal cadar. Ada yang menganggapnya sebagai kewajiban, ada yang menganggapnya bentuk sunah, tapi ada juga yang menyebutnya sebagai bagian dari budaya Arab.
ADVERTISEMENT
Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis menjelaskan, secara fikih atau ilmu tentang syariat, bercadar memiliki beberapa dasar hukum, yakni Al-Quran dan hadis. Ia menjelaskan dasar hukum dan syariat bercadar dalam Surat An-Nur ayat 31.
Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.
"kata 'perhiasan' ini yang menjadi pangkal perbedaan ulama," ungkap Cholil.
"Menurut Ibn Jabir yang boleh tampak hanya baju dan wajah, sedangkan menurut Al Auza'i hanya baju, wajah dan kedua telapak tangan. Ibnu Mas'ud seluruhnya kecuali bajunya. Ibnu Abbas hanya wajah dan kedua telapak tangannya. Imam Malik seluruh tubuh, wajah dan telapak tangannya aurat wanita," jelas Cholil.
Namun, menurut pandangan Cholil yang berdasar pada pendapat ulama terdahulu, ia sepakat jika wajah dan telapak tangan saja yang tidak perlu ditutup.
ADVERTISEMENT
"Jadi dalam ranah fikih khilafiyah boleh memilih dalil yang dianggap kuat untuk dipedomani. Namun tetap menghormati perbedaan pendapat yang dianggap kuat dan dirasa lebih maslahat oleh orang lain sehingga tidak tepat mencela apalagi melarangnya seperti di UIN Yogya," jelas Cholil.
Mengenai cadar merupakan bagian dari budaya Arab dijelaskan dosen Universitas NU Indonesia (UNUSIA) Jakarta, Muhammad Idris Masudi. Dia mengatakan pada dasarnya cadar sudah mulai digunakan sebelum Islam lahir. Saat itu, cadar merupakan jenis pakaian yang digunakan oleh perempuan di wilayah "gurun pasir" pada waktu itu.
"Sebelum Islam ada, sudah ada cadar. Itu tradisi di sana, Bahkan di Yahudi juga itu ada cadar," ujar Idris Masudi saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Rabu (7/3).
Ilustrasi cadar. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cadar. (Foto: Thinkstock)
Hal ini ia ketahui dari beberapa sumber. Salah satunya adalah riwayat dari Abdullah bin Umar. Dalam riwayat itu, Aisyah bertemu Nabi Muhammad ketika Aisyah menggunakan cadar. Aisyah merupakan istri Nabi Muhammad.
ADVERTISEMENT
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar ra bahwa ia berkata, “Ketika Nabi Muhammad SAW menikahi Shafiyyah, beliau melihat Aisyah mengenakan niqab (cadar) di tengah kerumunan para sahabat dan Nabi mengenalnya.” (Ibn Sa’d, thabaqat), ini adalah dasarnya," ujarnya.
Setelah Islam datang, penggunaan cadar ini terus berlangsung. Meski begitu, Nabi Muhammad pada saat itu tidak mempermasalahkan model pakaian tersebut. Atau dengan kata lain, tidak ada aturan untuk perempuan muslim menggunakan cadar. Jadi, cadar diartikan hanya sebatas jenis pakaian yang dikenal dan dipakai oleh sebagian perempuan.
Terlepas dari semua perdebatan soal cadar, aturan itu telah membuat penggunanya resah. Termasuk mahasiswi bercadar di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rahma (20) misalnya, pilihannya untuk mengenakan cadar karena ingin berpenampilan lebih baik secara agamanya. Dia kemudian heran ada aturan yang melarang untuk menjalankan nilai keagamaan dari kampus Islam.
ADVERTISEMENT
"Apalagi ini kan tentang hak gitu, hak istilahnya pribadi punya hak gitu apalagi soal penampilan gitu. Kalau emang penampilannya sesuai dengan syariat Islam kenapa enggak," imbuh perempuan bercadar hitam yang enggan difoto.