Revisi KUHP, Pemerintah Usul Istilah Penghinaan Presiden Diubah

30 Mei 2018 17:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Paripurna DPR RI (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Paripurna DPR RI (Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah menggelar rapat soal revisi KUHP bersama Komisi III DPR sore ini. Pemerintah mengusulkan perubahan redaksional pada judul pasal yang semula 'Penghinaan Presiden Wakil Presiden' menjadi 'Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden'.
ADVERTISEMENT
Ketua Panja Pemerintah untuk RUU KUHP, Enny Nurbaningsih mengatakan, di ayat (1) dijelaskan setiap orang yang di muka umum menyerang harkat atau martabat diri presiden dan wakil presiden dipidana dengan hukuman penjara 3 tahun 6 bulan.
"Menyangkut pasal penghinaan presiden kami mengusulkan perubahan pada judul menjadi merendahkan kehormatan martabat presiden dan wakil presiden," ujar Enny di ruang Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (30/5).
Enny mengatakan, kategori yang termasuk pidana dalam pasal ini antara lain menyerang kehormatan presiden dan wakil presiden, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah.
Namun, pasal ini tidak mereduksi kebebasan mengajukan kritik atau pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. Tak hanya itu, pemerintah juga mengusulkan pasal tersebut baru bisa aktif tatkala ada aduan dari presiden dan wakil presiden atau kuasa yang ditunjuk.
ADVERTISEMENT
"Kita tidak ingin mengidupkan pasal zombie, kami usulkan jadi delik aduan bagaimana proses pengaduan kita sudah sesuaikan," ucap dia.
Berikut usulan pemerintah terkait perubahan 'Pasal Penghinaan Presiden':
(1) Setiap orang yang di muka umum menyerang harkat atau martabat diri presiden dan wakil presiden dipidana dengan pidana penjara 3 tahun 6 bulan.
(2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya bisa dituntut berdasarkan aduan.
(4) pengaduan sebagaimana ayat (3) dapat dilaksanakan oleh kuasa presiden dan wakil presiden.