Riset UGM: Upaya Delegitimasi Pemilu Berlangsung Sejak 2018

26 April 2019 19:52 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti dan Wakil Dekan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas’udi. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti dan Wakil Dekan Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Wawan Mas’udi. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Universitas Gadjah Mada (UGM) meneliti kampanye negatif yang berlangsung selama Pemilu 2019. Hasilnya, upaya untuk mendelegitimasi pemilu sudah berlangsung lama.
ADVERTISEMENT
Peneliti yang juga Wakil Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Wawan Mas'udi menyebut, memang ada upaya untuk menciptakan nuansa agar Pemilu 2019 terkesan bermasalah.
“Kita melakukan riset khusus tentang negatif campaign selama pemilu ini. Dari pengamatan yang saya lakukan termasuk dari keseluruhan informasi yang saya peroleh upaya untuk mengkonstruksikan atau untuk menciptakan nuansa bahwa pemilu ini bermasalah, pemilu kita ini, curang pemilu kita tidak benar. Itu tidak terjadi dalam satu dua bulan belakangan, tapi ini memang terjadi sejak pertengahan tahun 2018,” ujar Wawan usai Sarasehan Refleksi Pemilu di Fisipol Universitas Gadjah Mada (UGM), Jumat (26/4).
Suasana pencoblosan di TPS 086 Kelurahan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Foto: Istimewa
Upaya delegitimasi itu dilakukan menggunakan banyak isu, di antaranya narasi di masyarakat bahwa pemilu akan diwarnai masalah. Upaya menciptakan wacana di level publik bahwa pemilu ini harus dipersoalkan terus didengungkan.
ADVERTISEMENT
“Dan ini bukan dalam rangka check and balance. Bukan dalam rangka untuk mengontrol kualitas, tapi dalam rangka mendelegitimasi (pemilu),” ujarnya.
Wawan mencontohkan delegitimasi pemilu itu muncul dengan isu soal DPT palsu, kontainer bertuliskan huruf Cina, pencoblosan suara, hingga soal isu pemilih sakit jiwa. Meski begitu, Wawan masih enggan menyebut aktor di balik upaya delegitimasi pemilu sebelum penetapan hasil pemilu.
Populisme Ala Donald Trump
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Foto: REUTERS/Joshua Roberts
Wawan mengaku riset yang dilakukan bersama peneliti dari University of Melbourne ini juga mengomparasi logika populisme ala Donald Trump. Narasi semacam ini berkembang sangat luas, tidak hanya di Amerika Serikat tapi juga di Eropa hingga Brazil.
“Di Brazil itu juga menggunakan cara-cara model Trump menciptakan wacana dan diskursus tidak kepercayaan pada sistem pada segala hal lah. Termasuk pemilu yang di Australia bulan Mei itu upaya mengembangkan apa yang kami sebut negative black campaign yang tidak berdasar seperti itu juga luar biasa,” katanya.
ADVERTISEMENT
Dia menyebut ada kecenderungan populisme ala Trump ini mengglobal dan menulari banyak sistem demokrasi di negara lain. Baik demokrasi yang sudah mapan maupun demokrasi yang masih berkembang.