Rizal Mallarangeng soal Gugatan JK Cawapres: Jangan Seperti Pak Harto

21 Juli 2018 13:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rizal Mallarangeng. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Rizal Mallarangeng. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Polemik mengenai gugatan Perindo terhadap Pasal 169 huruf n UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memuluskan langkah Jusuf Kalla (JK) sebagai wapres ketiga kalinya masih berlanjut.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Freedom Institute, Rizal Mallarangeng, menilai gugatan tersebut bisa merusak cita-cita reformasi. Sebab jika gugatan tersebut dikabulkan oleh MK, akan berdampak buruk secara konstitusional.
"Perindo masuk (gugatan ke MK) kita sudah mengkritik, walau kita menghargai hak untuk mengajukan JK (sebagai pihak terkait) pada MK. Tapi kita harus tegaskan bahwa implikasi (putusan) hal ini bisa berbahaya. Karena yang digugat ini adalah prinsip dasar yang menjadi warisan kita dalam reformasi," kata Rizal dalam diskusi bertajuk 'JK lagi' di Jakarta, Sabtu (21/7).
Pembentukan Relawan Gojo (Golkar Jokowi) (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pembentukan Relawan Gojo (Golkar Jokowi) (Foto: Rafyq Panjaitan/kumparan)
Menurut Koordinator Nasional Golkar Jokowi (GoJo) itu, pembatasan masa jabatan capres cawapres di UUD 1945 dan UU Pemilu untuk memperbaiki kesalahaan saat era Orde Baru (Orba). Sebab pada masa Orba, tidak ada pembatasan masa jabatan capres cawapres sehingga Presiden ke-2 Soeharto bisa berkuasa hingga 32 tahun.
ADVERTISEMENT
"Pak Harto sekian tahun, sehingga menjadi 32 tahun. Kita tidak mau lagi, kita belajar dari masa lalu, yang baik kita teruskan, yang salah kita koreksi. Nah koreksinya itulah pasal 7 UUD 1945. Di situ jelas dikatakan bahwa presiden dan wapres bisa menjabat selama 5 tahun, setelah itu bisa dipilih lagi sekali," kata politikus Golkar itu.
Pembatasan masa jabatan tersebut, lanjut Rizal, untuk menghindari penyalahgunaan kekuasan. Ia pun mengkritisi JK yang seolah ingin melanjutkan kekuasaan dengan cara mengubah aturan. Hal itu, lanjut dia, akan berbaya bagi iklim demokrasi Indonesia di masa mendatang.
"Kalau setiap presiden atau wakil presiden di masa mendatang, (jabatan) ini kan powerful sekali, berkuasa sekali, dan kekuasaan bisa menjadi candu. Setiap presiden atau wapres dalam melanjutkan kekuasaannya mencoba mengubah konstitusi, mengubah batas kekuasaan, jangka panjang kita bisa bahaya," ketusnya.
ADVERTISEMENT
Rizal mencontohkan beberapa negara yang mengalami konflik karena penguasa yang hendak mengubah aturan konstitusi. Konflik itu akhirnya berbuntut panjang karena memecah belah bangsa. Untuk itu, ia tidak ingin Indonesia mengalami hal serupa.
"Amerika Latin, Afrika, instabilitas (politik) perang saudara lagi, konflik lagi. Karena setiap kali orang yang mau berkuasa mau mengubah peraturan orang jadi konflik, tajam, konflik emosional. Kita enggak mau itu," tutup Rizal.