RKUHP Dinilai Berpotensi Mengkriminalisasi Perempuan

16 September 2019 20:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ika Ayu aktivis Jaringan Perempuan Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ika Ayu aktivis Jaringan Perempuan Yogyakarta. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Reformasi KUHP Yogyakarta meminta Presiden dan DPR untuk mengganti rancangan pembaruan KUHP yang akan segera disahkan.
ADVERTISEMENT
RKUHP tersebut dianggap bermasalah seperti berperspektif pemenjaraan dan sangat represif, membuka ruang kriminalisasi melebihi KUHP produk kolonial.
Ika Ayu, aktivis Jaringan Perempuan Yogyakarta yang turut turun dalam aksi di depan Kantor DPRD DIY, Senin (16/9) sore, mengatakan RKUHP ini berpotensi mengkriminalisasi perempuan jika disahkan.
"Kalau misal perempuan jadi korban pemerkosaan dan dia mengalami kehamilan tidak diinginkan dia tidak bisa mengakses layanan penghentian kehamilan atau aborsi," ujarnya.
Contoh lainnya ketika suami istri mendapat kehamilan yang memiliki indikasi medis membahayakan nyawa ibu maka penghentian kehamilan harus dilakukan oleh klinik yang ditunjuk oleh pemerintah.
"Ketiga, saat ini upaya-upaya mensosialisasikan pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) itu dilakukan oleh masyarakat sipil, kita tahu Indonesia tidak pernah punya pendidikan kespro yang baik, dan itu akibatnya macam-macam. Tapi dengan adanya RKUHP ini orang-orang yang mensosialisasikan alat kontrasepsi karena dia tidak ditunjuk sebagai orang yang berwenang, maka dia bisa dipidana," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Atas dasar itulah Aliansi Reformasi KUHP Yogyakarta menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, yaitu:
1. Melakukan penerjemahan secara resmi terhadap KUHP yang berlaku saat ini. Mengevaluasi naskah KUHP yang telah diterjemahkan secara resmi untuk memilah ketentuan mana yang dapat diprioritaskan untuk diubah atau dihapus.
2. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, melakukan pembahasan revisi KUHP secara parsial terhadap ketentuan-ketentuan yang dianggap prioritas dengan melibatkan ahli-ahli pada seluruh bidang terkait termasuk ahli kesehatan dan mengadopsi pendekatan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy).
3. Menghentikan seluruh usaha mengesahkan RKUHP yang masih memuat banyak permasalahan dan masih mengandung rasa penjajah kolonial; dan
Keempat, menolak RKUHP dijadikan sebagai alat dagangan politik termasuk menjadikan RKUHP sebagai seolah “mahakarya” pemerintah dan DPR saat ini untuk dipaksakan pengesahannya.
ADVERTISEMENT