Rumah Berdaya, Atap Bagi Penyandang Gangguan Mental di Pulau Dewata

24 April 2019 17:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kegiatan para ODS di Rumah Berdaya Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kegiatan para ODS di Rumah Berdaya Foto: Cisilia Agustina Siahaan/kumparan
ADVERTISEMENT
Tak hanya ramah untuk turis, Bali, khususnya di Denpasar, juga menjadi tempat yang aman bagi para penyandang disabilitas mental atau gangguan mental. Rumah Berdaya menjadi salah satu bukti nyata.
ADVERTISEMENT
kumparan berkesempatan mengunjungi Rumah Berdaya bersama Menteri Kesehatan Nila Moeloek. Dalam kunjungan ini, setidaknya sekitar 28 orang penyandang disabilitas mental yang tengah menjalani masa rehabilitasi.
Nila menilai, Rumah Berdaya ini dapat menjadi contoh untuk daerah lainnya agar merangkul penyandang disabilitas mental. Dia menyebut, tempat rehabilitasi seperti Rumah Berdaya merupakan terobosan yang luar biasa.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek (kedua kiri) saat mengunjungi Rumah Berdaya di Denpasar, Bali, Rabu (24/3). Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
"Ada orang yang juga sakit kena jiwanya dan ini yang sering sangat dulu seolah-olah tanda kutip, jadi terbuang. Keluarga sering memasung. Kita ingat sekali kita sudah melarang jangan dipasung atau diserahkan ke rumah sakit jiwa, tetapi sesudah itu putus sepertinya tidak ada hubungan," ujar Nila saat mengunjungi Rumah Berdaya di Denpasar, Bali, Rabu (24/3).
Penyandang gangguan mental ini direhabilitasi dengan menyajikan kegiatan seni dan lingkungan sosial yang dibangun untuk memulihkan kesehatan mental mereka.
Sejumlah pasien sedang membuat kerajinan tangan, di Rumah Berdaya, Denpasar, Bali, Rabu (24/3). Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
"Dari sejak kami berdiri itu ada datanya 67 orang pernah ikut rehab di sini. Nah, sekarang ini ada 28 orang yang reguler datang setiap hari. Ada juga sih yang lain, yang alumni, yang sudah ngojek, siang ke sinilah ikut nongkrong-nongkrong istirahat siang, ada," ujar dr Rai Putra, tenaga ahli soal kejiwaan di Rumah Berdaya.
ADVERTISEMENT
Rumah Berdaya melakukan kegiatan seni seperti melukis, membuat dupa, dan membuat kerajinan dari barang-barang bekas. dr Rai menyebut, kegiatan tersebut memiliki makna mendalam bagi penghuni Rumah Berdaya.
"Itu juga dalam buat mereka, karena apa? Mereka merasa dirinya sama seperti barang-barang itu. Kita bekas, dibuang, tapi kita bisa berguna lagi dengan aktif bersosialisasi dengan teman-temannya," ujarnya.
"Apalagi sekarang melihat banyak tamu, kemudian beli, itu rasa percaya diri muncul. Halusinasi makin hilang. Kita makin dekat dengan dunia nyata. Tidak lagi larut dalam fantasi saat bengong dan sebagainya," sambung dr Rai.
Sejumlah pasien sedang membuat kerajinan tangan, di Rumah Berdaya, Denpasar, Bali, Rabu (24/3). Foto: Efira Tamara Thenu/kumparan
Dulu, beberapa pasien Rumah Berdaya pernah mengalami perlakuan tak pantas hingga melakukan hal nekat di luar kesadaran sebelum menjalani rehabilitasi.
"Ini dulunya juga ada yang dipasung 4 tahun. Ada yang menggelandang, ada yang pernah karena tidak diobati kemudian membunuh. Kalau dulu-dulu kan kisah itu ditolak oleh keluarga, tapi kami menyertai keluarga. Okelah diterima oleh keluarga, pagi sampai sore kami yang ajak," ucap dr Rai.
ADVERTISEMENT
Dia berharap nantinya para pengidap gangguan jiwa ini dapat sembuh dan mandiri sehingga dapat menjalani hari-hari seperti orang-orang pada umumnya.
"Kami ingin mereka bisa mandiri. Kami ini punya keterbatasan. Paling orang bisa kami tampung di sini cuma 30. Sebisa mungkin semakin cepat ada alumni misalnya," ujar dr Rai.
Menurut data, ada sekitar 420 orang pengidap gangguan jiwa di Denpasar. Data ini nantinya menjadi dasar untuk gerakan pencegahan pasung bagi penyandang disabilitas mental.
"Kemudian obatnya apa, kapan habisnya, jadi kami mengelola itu. Mencegah pemasungan selama dia masih berobat. Nah, kemudian yang sudah bebas dari gejala, sudah mulai pemulihan kami ajak kemari. Sehingga selain juga rehabilitasi dengan orang gangguan jiwanya, juga pada keluarga. Jadi keluarga kami undang setiap dua minggu untuk datang, untuk ikut pertemuan keluarga," terang dr Rai.
ADVERTISEMENT