Saat Keturunan Jawa Menjadi Pejabat di Suriname

20 April 2018 13:30 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pertjajah Leluhur, Partai Orang Jawa di Suriname (Foto: www.de-surinaamse-krant.com)
zoom-in-whitePerbesar
Pertjajah Leluhur, Partai Orang Jawa di Suriname (Foto: www.de-surinaamse-krant.com)
ADVERTISEMENT
Sekitar 15 persen atau 72 ribu penduduk Suriname adalah keturunan Jawa. Mereka adalah generasi ke 3 hingga 5 dari orang-orang Jawa yang bermigrasi ke negara kecil di Amerika Selatan.
ADVERTISEMENT
Setiap tanggal 9 Agustus, terdapat peringatan hari pertama kali kedatangan masyarakat Jawa ke Suriname. Mereka datang pada tahun 1890. Kala itu, baik Jawa dan Suriname sama-sama dijajah Belanda.
Di Suriname, Belanda banyak membuka perkebunan. Namun, karena penduduk Suriname tidak begitu banyak, akhirnya Belanda mendatangkan tenaga kontrak dari Jawa. Mereka diangkut dengan kapal-kapal Belanda dan mengarungi lautan selama 3 bulanan.
Imigran Jawa pekerja kebun di Suriname (Foto: Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Imigran Jawa pekerja kebun di Suriname (Foto: Wikimedia Commons)
Saat kontrak mereka selesai, pemerintah kolonial menawarkan 3 pilihan kepada mereka. Mereka bisa menambah kontrak baru, menjadi petani di sana, atau kembali ke negara asal. Sekitar 23,3 persen orang Jawa kala itu memilih untuk pulang.
"Karena perjalanan itu hampir 3 bulan dengan kapal, banyak yang tidak ingin pulang karena capek akhirnya mereka tinggal di sana sampai akhirnya beranak pinak dan keturunannya tinggal di sana," cerita Siti Asiyah, seorang diplomat Indonesia yang pernah ditempatkan di Paramaribo, Suriname, kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (14/4).
ADVERTISEMENT
Mereka yang memilih tetap di Suriname, dalam perkembangannya mengalami banyak dinamika. Tak hanya menjadi buruh perkebunan, nyatanya para keturunan Jawa itu mulai merambah ke dunia politik Suriname pada tahun 1940 an.
Masyarakat Jawa Berpolitik
Saat masyarakat keturunan Jawa merambah ke dunia politik, Suriname sendiri belum merdeka. Negara multietnis itu-ada dari Afrika, China, dan India-baru merdeka pada tahun 1975.
Di masa perjuangan, berdiri partai Kaum Tani Persatuan Indonesia (KTPI) di bawah kepemimpinan Iding Soemita (1908–2001) dan juga Pergerakan Bangsa Indonesia Suriname (PBIS) di bawah kepemimpinan Salikin Hardjo (1910–1993). Dua pemimpin partai Jawa di Suriname itu memiliki karakteristik berbeda.
Dikutip dari jurnal peneliti Universitas Leiden Belanda, Peter Meel, Soemita, adalah sosok yang datang dari kalangan kurang terdidik. Sementara, Hardjo adalah sosok terdidik yang berusaha meningkatkan standar hidup masayarakat Jawa di Suriname melalui pendidikan.
ADVERTISEMENT
Hingga pada akhirnya Suriname merdeka, masyarakat keturunan Jawa tetap eksis berpolitik. Pascamerdeka, banyak orang-orang keturunan itu mendapat kepercayaan untuk memegang jabatan penting negara.
"Kalau untuk posisi yang pernah dijabat keturunan Jawa ada Menteri perdagangan dan Industri, Menteri Pertanian dan Perikanan, Ketua Parlemen, Menteri Dalam Negeri, dan Distrik Komisioner," sebut Siti Asiyah, diplomat Indonesia yang pernah bertugas di Paramaribo, Suriname, Jumat (20/4).
Uniknya, para pejabat itu kadang kala banyak yang masih bertutur dengan Bahasa Jawa. Hal itu memudahkan para diplomat Indonesia yang bertugas di sana untuk berkomunikasi
"Nah dari itu ada beberapa pejabat yang masih menggunakan bahasa Jawa. Mereka masih butuh bahasa Jawa. Dan selain pejabat pemerintah, LSM, stakeholders kan terus kayak perkumpulan kebudayaan, itu mereka kan masih pakai bahasa Jawa. Jadi saya sampaikan, saya bisa berdiplomasi dengan menggunakan bahasa Jawa," ungkap Asiyah.
ADVERTISEMENT