Saat 'Ustaz' dan 'Pengajian' Jadi Kode Suap Hakim

28 Februari 2018 15:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sudiwardono (Foto: Antara/Rosa Panggabean)
zoom-in-whitePerbesar
Sudiwardono (Foto: Antara/Rosa Panggabean)
ADVERTISEMENT
Kode ustaz dan pengajian muncul dalam perkara dugaan suap pengurusan perkara dugaan korupsi di Pengadilan Tinggi Manado. Kasus ini menjerat dua orang sebagai terdakwa, yakin anggota DPR Komisi XI Fraksi Golkar periode 2014-2019, Aditya Anugrah Moha, dan Ketua Pengadilan Tinggi Manado, Sudiwardono.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Aditya didakwa menyuap Sudiwardono hingga ratusan ribu dolar Singapura terkait pengurusan perkara banding yang menjerat ibu Aditya, Marlina Moha. Suap itu bertujuan agar Sudiwardono tidak menahan Marlina, serta memberikan vonis bebas.
Dalam surat dakwaan, disebutkan kode ustaz tersebut muncul saat terjadi pertemuan antara Sudiwardono dengan Lexsy Mamonto yang menjabat sebagai Wakil Ketua di Pengadilan Tinggi Palu. Pada pertemuan 26 Juli 2017 itu, Lexsy menyampaikan bahwa nanti ada saudaranya yang ingin meminta bantuan Sudiwardono yaitu Marlina Moha Siahaan.
Selanjutnya Lexsy mengatakan kepada Sudiwardono bahwa ia memberikan nomor telepon Sudiwardono kepada seorang Ustaz yang nantinya akan menghubungi. "Ustaz yang dimaksud Lexsy Mamonto adalah terdakwa (Aditya Moha)," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (28/2).
Sidang dakwaan Sudi Wardono. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan Sudi Wardono. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Sudiwardono dihubungi oleh Aditya. Ketika itu, Aditya mengaku sebagai anggota DPR dan anak dari Marlina Moha. Dalam pembicaraan telepon tersebut, Aditya Moha menuturkan bahwa ia akan ke Manado guna membahas perkara ibunya itu dengan Sudiwardono.
ADVERTISEMENT
Pertemuan kembali digelar pada 7 Agustus 2017 di ruang kerja Sudiwardono usai kunjungan kerja Komisi III ke Pengadilan Tinggi Manado. Ketika itu, Aditya Moha meminta pengadilan tidak menahan Marlina serta minta vonis bebas pada saat banding.
Atas permintaan tersebut, Sudiwardono mengaku akan membantu. "Ya, nanti saya bantu. Ibumu tidak akan ditahan, namun harus ada perhatian," kata jaksa menirukan ucapan Sudiwardono kepada Aditya.
Setelah pertemuan itu, Aditya kembali menghubungi Sudiwardono meminta untuk bertemu. Pertemuan selanjutnya dilakukan dengan menggunakan sandi 'pengajian'.
Pertemuan kemudian dilakukan beberapa kali membahas soal commitment fee serta penyerahannya. Pada 12 Agustus 2017, Aditya menyerahkan uang 80 ribu dolar Singapura di kediaman Sudiwardono.
Namun uang itu hanya sebagai upaya agar Marlina tidak ditahan. Sudiwardono meminta tambahan 40 ribu dolar Singapura untuk vonis bebas Marlina.
ADVERTISEMENT
Pada tanggal 1 Oktober 2017 Sudiwardono mengirim pesan singkat kepada Aditya Moha. "Saya berencana Kamis malam sudah di tempat 'pengajian'. Sabtu malam ada undangan di TMII," ujar jaksa menirukan pesan Sudiwardono kepada Aditya Moha.
Sidang dakwaan Aditya Moha (Foto: Aprilandika Hendra/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang dakwaan Aditya Moha (Foto: Aprilandika Hendra/kumparan)
Setelah menerima pesan itu, Moha kemudian memesan dua kamar di Hotel Alila, Jakarta Pusat. Selanjutnya pada tanggal 6 Oktober 2017,Aditya Moha mengirimkan pesan kepada Sudiwardono tentang pertemuan dengan kode pengajian yang akan dilaksanakan pada hari itu.
"Mlm ini pak, smlm pengajian sampe jam 5" ucap Aditya Moha dalam pesan singkatnya. Sudiwardono lantas membalas pesan itu dengan menilis "yup" dan "oke".
Di hotel tersebut, Aditya kemudian menyerahkan uang 30 ribu dolar Singapura kepada Sudiwardono. Namun uang sisanya sebesar 10 ribu dolar SIngapura akan diberikan setelah vonis bebas Marlina dijatuhkan. Namun tak lama setelah penyerahan uang, keduanya ditangkap KPK.
ADVERTISEMENT