Said Aqil: Jika Jokowi Pilih Kader NU, Saya Dukung di Depan

23 Juli 2018 12:09 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Said Aqil (Foto: Setkab.go.ig)
zoom-in-whitePerbesar
Said Aqil (Foto: Setkab.go.ig)
ADVERTISEMENT
Jokowi belum menentukan pendamping untuk bertarung di Pemilu 2019. Meski begitu, satu hal jelas: cawapres Jokowi paling tidak harus diterima oleh kelompok Islam.
ADVERTISEMENT
“Kalau sosok cawapres memiliki kedekatan dengan jaringan politik Islam atau bahkan dianggap mewakili kelompok Islam, itu akan jadi sebuah insentif tersendiri buat Jokowi,” kata Yunarto Wijaya, Direktur Eksekutif Charta Politika.
Dalam survei terakhir Populi Center, Jokowi sesungguhnya unggul di antara pemilih muslim. Namun, menurut Direktur Populi Center Usep Ahyar, saat ini “Jokowi mengantisipasi, menghambat, atau mengonter opini itu dengan, misalnya, mendekati ulama, mencari calon wakil yang bisa diterima ulama, atau bahkan diambil dari ulama sendiri.”
Cawapres di Kantong Jokowi (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Cawapres di Kantong Jokowi (Foto: Basith Subastian/kumparan)
Maka tak heran Jokowi berusaha menarik dukungan dari Nahdlatul Ulama, hingga memasukkan tokoh-tokoh NU ke dalam lis cawapres. Sebut saja Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Ketua PBNU Said Aqil, sampai Rais Aam PBNU Ma’ruf Amin.
ADVERTISEMENT
Ketua umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siradj, mengatakan “soal siapa yang layak dan pantas untuk menjadi pendamping, berpulang kepada Jokowi.”
Berikut petikan perbincangan kumparan dengan Said Aqil, Kamis (26/7)
Jelang Pemilu 2019, banyak tokoh tampak mendekati Anda dan NU, ya?
Saya kan bukan orang politik, tapi ketua organisasi Islam. Kalau pemilihan presiden dan wapres itu yang penting lancar, sesuai hukum dan aturan.
Saya ini Ketua NU, dan NU sebagai civil society, kekuatan perekat bangsa, kemah besar, bukan kekuatan politik praktis. Jadi tidak ikut campur dalam proses politik.
Presiden Joko Widodo membuka perhelatan Muktamar ke-33 NU.  (Foto: Kemenag.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo membuka perhelatan Muktamar ke-33 NU. (Foto: Kemenag.go.id)
Tapi kantor PBNU ramai didatangi para politikus belakangan.
Tamu semua datang ke sini, saya terima--siapa pun. Tamu dari luar negeri yang macam-macam, dari China, Dubes Amerika, Inggris, Korea Jepang, semua saya terima dan nggak kami hitung karena bukan urusan politik praktis.
ADVERTISEMENT
Kami tak urusi politik kekuasaan, tapi mengawal keutuhan bangsa, dari sisi budaya, geografis. Support eksekutif. Di belakangnya keadilan, pemberantasan korupsi. Begitu saja.
Tapi siapa presidennya, siapa menterinya, siapa gubernurnya, bukan urusan PBNU.
Meski begitu, banyak tokoh NU masuk daftar kandidat cawapres Jokowi.
Belum dengar. Apa Pak Muhaimin? Itu kan dari partai politik, PKB saja. Kalau betul Pak Jokowi menggandeng Pak Muhaimin, saya dukung, pasti.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (Foto: mpr.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (Foto: mpr.go.id)
Nama Ma’ruf Amin juga masuk belakangan.
Oh ya? Mudah-mudahan, apalagi Ma’ruf Amin. Saya dukung.
Pokoknya, jika Pak Jokowi memilih kader NU, apalagi Ma’ruf Amin atau Muhaimin, saya yang di depan sendiri mendukung. Saya mendoakan.
Sejauh ini, untuk posisi cawapres Jokowi, NU cenderung ke siapa?
ADVERTISEMENT
Kami mendukung yang sudah dipilih oleh Pak Jokowi, bukan meng-endorse, bukan supaya Kiai Ma’ruf Amin diajak. Itu bukan urusan saya.
Kalau sudah jelas Pak Jokowi menggandeng Kiai Ma’ruf Amin, itu saya di depan--mendukung, mendoakan, merestui.
Nama Anda pun kabarnya masuk daftar.
Ya, boleh-boleh saja orang menyebut. Kan cuma nyebut. Tapi sampai hari ini belum ada tawaran datang. Belum ada calon presiden mengajak saya atau menyampaikan ungkapan yang mengarah ke situ (cawapres).
Saya ketemu Pak Jokowi baru-baru ini ketika membuka MTQ NU di Istana, sampai saya salat magrib di situ. Kami nggak bicara tentang (cawapres) itu. Kalau bicara yang lain, ya ada macam-macam.
Kenapa Mahfud MD kerap disebut tidak mewakili Nahdliyin?
ADVERTISEMENT
Itu hanya karena beliau belum pernah menjadi pengurus NU atau aktivis NU. Bahwa dia orang NU, iya. Tapi tidak pernah menjadi aktivis atau masuk struktur (pengurus NU), baik di tingkat cabang, wilayah, apalagi pusat.
Beliau dulu pernah jadi anggota DPR dari PKB, pernah masuk PKB, partainya Gus Dur.
Kalau TGB bagaimana?
Sebenarnya beliau bukan orang NU, tapi Nahdlatul Wathan. Hanya beliau seorang doktor ahli tafsir dari Al-Azhar Mesir, adik kelas saya jauh. Tapi secara kriteria, cara berpikir, ya sama dengan NU.
Apa benar kiai khos (sepuh) mantap berada di belakang PKB dan Cak Imin?
Secara politis benar. Tapi sebenarnya bagaimana, saya belum tahu.
Begini, semua kiai khos mendoakan PKB menjadi partai politik yang sehat yang kuat. Karena PKB itu partai politik yang lahir dari tokoh-tokoh NU--Gus Dur, Kiai Sofyan Miftah, Kiai Mustofa Bisri, Kiai Hasyim Muzadi, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Jadi kiai-kiai mendukung dan mendoakan PKB.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam pembukaan Muktamar ke-33 NU.  (Foto: Kemenag.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan dalam pembukaan Muktamar ke-33 NU. (Foto: Kemenag.go.id)
Apakah NU mendukung Jokowi?
Kalau mendukung secara vulgar, nggak bisa ya. Tapi bahwa kenyataannya jelas keberhasilan beliau selama tiga tahun ini, itu mau-tidak mau kiai NU pesantren akan mendukung beliau.
Bagaimana dengan akar rumput NU?
Sampai sekarang sih masih mempersilakan pada Pak Jokowi.
Bagaimana kalau cawapres Jokowi tidak dari NU?
Wah, nggak tahu ya kalau itu.
Kriteria NU soal cawapres sendiri seperti apa?
Yang jelas adil, bersih, punya kapasitas, kapabilitas. Yang mengerti persoalan negara, soal bangsa. Yang dekat dengan rakyat, punya komitmen keadilan, menyejahterakan rakyat. Punya komitmen membela yang dizalimi.
Tiki-taka ala Jusuf Kalla (Foto: Basith Subastian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Tiki-taka ala Jusuf Kalla (Foto: Basith Subastian/kumparan)
------------------------
ADVERTISEMENT
Simak rangkaian ulasan mendalam Cawapres Pilihan Jokowi di Liputan Khusus kumparan.
Anda juga bisa menilai para tokoh yang layak menjadi capres-cawapres di sini.