Saksi Akui Pernah Diminta Fayakhun Pakai Aplikasi Komunikasi yang Aman

27 Agustus 2018 19:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang kasus korupsi terdakwa Fayakhun Andriadi bersama penasehat hukum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/08/2018). (Foto: Nadia K. Putri)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang kasus korupsi terdakwa Fayakhun Andriadi bersama penasehat hukum di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/08/2018). (Foto: Nadia K. Putri)
ADVERTISEMENT
Mantan anggota Komisi I DPR Fayakhun Andriadi pernah menyarankan agar Managing Director PT Rohde & Schwarz Indonesia, Erwin Arief, menggunakan aplikasi yang aman untuk berkomunikasi. Diduga, pembicaraan itu terkait proyek Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang kini menjerat Fayakhun.
ADVERTISEMENT
"Pak Fayakhun bilang, 'ada komunikasi yang cukup secure, itu Signal Private Messenger'," ungkap Erwin dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Bakamla dengan terdakwa Fayakhun di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (27/8).
Namun, Erwin enggan menyebutkan untuk apa saran Fayakhun itu dilakukan.
"Kalau komunikasi baik-baik saja, kenapa butuh yang secure?" tanya jaksa Muhammad Takdir Suhan kepada Erwin.
"Buat komunikasi aja. Enggak ada tujuan sama sekali," jawab Erwin.
Tuntutan Fahmi Darmawansyah (Foto: Wahyu Putro/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Tuntutan Fahmi Darmawansyah (Foto: Wahyu Putro/Antara)
Jaksa menduga saran dari Fayakhun itu dilakukan setelah Direktur PT Merial Esa, Fahmi Darmawansyah, dan staf operational PT Merial Esa, M.Adami Okta, terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK karena terlibat suap.
Adapun, PT Merial Esa menjadi perusahaan yang sengaja dimenangkan dalam tender proyek drone dan satellite monitoring. Sementara PT Rohde & Schwarz Indonesia, adalah agen perusahaan dari PT Merial Esa.
ADVERTISEMENT
Erwin mengaku, saat ia tertangkap tangan, ada pesan dalam aplikasi WhatsApp yang masih tersimpan. "Ada bebeberapa (pesan) saya hapus," ucapnya.
Dalam kasus ini, Fayakhun yang juga politikus Golkar, didakwa menerima suap USD 911.480 atau sekitar 12 miliar dari Fahmi Darmawansyah. Suap diduga diberikan agar perusahaan Fahmi bisa menggarap proyek satellite monitoring dan drone di Bakamla pada APBNP tahun 2016.