Saksi: Software Johannes Marliem di e-KTP Jelek, Kelas SD

11 September 2017 23:19 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Johannes Marliem  (Foto: http://watchdog.org)
zoom-in-whitePerbesar
Johannes Marliem (Foto: http://watchdog.org)
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi, mengaku mengenal Johannes Marliem. Saat itu, Winata sempat ditawarkan Johannes untuk menggunakan produknya di proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
Namun, Winata mengklaim produk tersebut berkelas rendahan. "Saya kan dulu pemenang saat uji petik e-KTP. Johannes minta supaya saya pakai produk dia, tapi saya bilang you punya barang jelek,” ujar Winata kepada tim penuntut umum saat bersaksi untuk terdakwa Andi Narogong di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (11/9).
Adapun Andi, didakwa atas kasus korupsi e-KTP. Dia diduga mengatur dan mengarahkan kemenangan tender perusahaan di proyek e-KTP bersama Ketua DPR Setya Novanto dan eks Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraeni. 
"Kelasnya seperti kelas SD, kalau produk saya itu universal," kata Winata.
Winata mengatakan, ketidaksediaannya menggunakan produk Johannes, lantaran produknya yang sudah ketinggalan zaman. "Dia pakai iris (sensor mata) untuk menutupi kejelekannya. Saya bilang 'you punya teknologi' ketinggalan, saya enggak kerja sama dengan dia. Sekarang zamannya sidik jari, iris digunakan untuk yang tangannya buntung saja," kata Winata.
ADVERTISEMENT
Dalam surat dakwaan disebutkan, Johannes diduga pernah melakukan pertemuan di Hotel Sultan pada sekitar bulan Oktober 2010. Ketika itu, Johannes diajak mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Diah Anggraini bertemu dengan Irman, Sugiharto, Andi, Ketua Tim Teknis Pengadaan e-KTP Husni Fahmi, serta anggota DPR Chairuman Harahap.
Di sana, Diah diduga mengarahkan agar Johannes bersedia sebagai pihak penyedia provider produk Automated Finger Print Identification System (AFIS) merek L-1 yang akan digunakan dalam proyek e-KTP. Adapun Johannes menjabat sebagai Direktur Biomorf Lone LCC.
Johannes juga disebut pernah beberapa kali memberikan uang ke pegawai Kemendagri. Selain di Grand Indonesia, Sugiharto mengaku menerima uang dari Johannes sebesar 20 ribu dolar AS pada Oktober 2012.
ADVERTISEMENT
Jika merujuk dakwaan, uang Johannes tersebut berasal dari keuntungan proyek e-KTP yang dia dapatkan, sebesar   16.431.400 dolar AS dan Rp 32.941236.891.
Johannes kini telah tewas bunuh diri di Amerika Serikat. Padahal Johannes mengantongi bukti pembicaraan dengan para perancang proyek e-KTP.
Perusahaan Winata diketahui kalah dalam lelang tender, karena yang berhasil memenangkan adalah konsorsium PNRI.
Winata sebelumnya memang sempat ditawarkan masuk dalam konsorsium Andi di PNRI. Bahkan, Andi pernah menyarankan Winata 'melobi' DPR, agar bisa memenangkan proyek. Namun, Winata menolaknya.
"Dia mengaku mengenal anggota DPR. Dia bilang 'Saya kenal dengan anggota DPR, Pak Win enggak usah keluarkan uang, saya saja," kata Winata kepada Hakim Ketua Jhon Halasan Butarbutar 
ADVERTISEMENT
"Bilang untuk mengerjakan proyek pengadaan e-KTP, DPR harus dilobi. Kita kan swasta, buat apa? Harus ada uang tambahan untuk melobi anggota dewan. Karena dalam proyek ini dengan alasan uang untuk DPR, ini baru pertama kali makanya saya tanya kok kita ikut-ikutan lobi," kata Winata.