Saksi Ungkap Rp 2 Miliar untuk Eni Saragih Dibungkus Plastik Hitam

26 Desember 2018 13:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). S (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
ADVERTISEMENT
Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Fraksi Golkar, Eni Maulani Saragih, diduga menerima uang Rp 4,75 miliar dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1. Staf Ahli Eni, Tahta Maharaya, mengaku pernah menerima uang tersebut dari pihak Blackgold Natural Resources Limited untuk diteruskan ke Eni.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangannya di persidangan, Tahta membenarkan ada sejumlah penerimaan uang yang disalurkan bertahap. Uang itu ia terima dari Audrey Ratna Justianti, sekretaris pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johanes Budisutrisno Kotjo.
Setidaknya ada empat kali pemberian yang diterima Tahta melalui Ratna dengan total Rp 4,75 miliar. Pemberian amplop pertama berlangsung pada akhir Desember 2017 di kantor Kotjo, Gedung Graha BIP, Jakarta.
"Enggak tahu, Pak, enggak saya buka, tapi saya tanda tangan tanda terima, Pak. Kalau saat ini saya sudah tahu isinya tuh cek, nominalnya Rp 2 miliar," ujar Tahta saat bersaksi untuk Eni di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (26/12).
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) menjalani sidang  di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus dugaan suap PLTU Riau-1 Johannes Budisutrisno Kotjo (kiri) menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta. (Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)
Pemberian kedua dilakukan pada Maret 2018 di lokasi yang sama. Kali ini, Ratna memberikan uang itu dalam bentuk tunai yang dimasukkan dalam dua kantong plastik hitam.
ADVERTISEMENT
"Lumayan besarlah pak plastiknya," ucap Tahta.
"Ya, saya pas pegang berasa uang, sih, Pak, itu saya tahunya dari penyidik (KPK), besarnya Rp 2 miliar," sambungnya.
Pemberian berlanjut pada bulan berikutnya. Masih di lokasi yang sama, uang yang belakangan diketahui berisikan Rp 250 juta itu diterima Tahta dalam bentuk tunai.
"Ya, seperti biasa, diperintahkan ketemu sekretaris Pak Kotjo, lalu diserahkan paper bag warna cokelat. Itu tertutup, saya hanya menerima. Jumlahnya Rp 250 juta, tahu dari penyidik," kata Tahta.
Adapun untuk sisa pemberian uang, yakni Rp 500 juta, turut diterima Tahta bersamaan dengan operasi tangkap tangan (OTT). Saat itu, Tahta langsung diamankan oleh pihak KPK beserta uang yang ia bawa.
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (tengah) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018).  (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1 Eni Maulani Saragih (tengah) berjalan memasuki ruangan untuk menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/12/2018). (Foto: ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
"Siang hari pak, sama, (lokasinya) di BIP, saya ketemu Bu Ratna, dia menyerahkan, dia cuma menyebut isi amplop 100 ,200, dan 200, totalnya 500, Itu dalam bentuk amplop coklat yang dibungkus plastik hitam. Saya bawa ke parkiran, lalu ditangkap pas OTT itu di parkiran," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kasusnya, Eni didakwa menerima suap dari Kotjo sebesar Rp 4,75 miliar. Suap diduga diberikan agar Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU MT) Riau-1.
Uang diambil dari jatah 2,5 persen yang akan didapatkan Kotjo dari nilai proyek PLTU Riau. Setelah kasus dikembangkan, KPK turut menjerat eks Sekjen Golkar Idrus Marham yang diduga dijanjikan USD 1,5 juta.
Selain suap, Eni juga didakwa menerima gratifikasi senilai Rp 6 miliar. Uang itu berasal dari sejumlah pengusaha yang berkaitan dengan mitra kerja dari Komisi VII DPR.
Saat ini, Kotjo dan Eni sudah menjalani persidangan. Kotjo pun sudah memasuki tahap pembacaan vonis dengan hukuman 2 tahun 8 bulan penjara lantaran dinilai terbukti menyuap Eni dan Idrus.
ADVERTISEMENT