Saling Tuding Aparat soal Pengerahan Massa Kampanye

1 April 2019 7:30 WIB
Ilustrasi Polisi Foto: Antara/Nyoman Budhiana
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Polisi Foto: Antara/Nyoman Budhiana
ADVERTISEMENT
Aparat keamanan dan penegak hukum seperti kepolisian sudah sepatutnya menjaga netralitasnya dalam pemilihan umum. Namun, di tengah riuhnya kampanye Pilpres dan Pileg 2019 kali ini, ada beredar informasi soal ketidaknetralan aparat keamanan dalam hal ini adalah kepolisian.
ADVERTISEMENT
Peristiwa ini terjadi di Garut, Jawa Barat. Eks Kapolsek Pasirwangi AKP Sulman Aziz menuding mantan atasannya, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna, memobilisasi massa untuk memenangkan pasangan capres nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf.
Sulman bahkan mengatakan Budi memerintahkan jajaran kapolsek di bawahnya untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf. Tentunya, kabar ini sangat mencengangkan masyarakat menjelang hari pencoblosan pada 17 April nanti. Akibat dari tudingan ini, Sulman pun harus dimutasi dari jabatannya sebagai Kapolsek. Kemudian ia meminta perlindungan ke lembaga bantuan hukum dan HAM, Lokataru.
"Beberapa kali saya dipanggil oleh Kapolres untuk pendataan terhadap dukungan masing-masing calon. Kami diperintahkan untuk melakukan penggalangan," ungkap Sulman di kantor Lokataru, Rawamangun, Jakarta Timur, Minggu (31/3).
"Kami diancam, para Kapolsek, kalau seandainya di wilayah kami bertugas paslon 01 kalah, maka kami akan dipindahkan," imbuhnya.
AKP Sulman Aziz memberikan keterangan di Kantor Lokataru, Rawamangun, Jakarta Timur. Foto: kumparan
Tapi tudingan itu pun tak datang dari Sulman saja kepada mantan atasannya. Sulman justru mengaku mendapat tudingan memobilisasi para pendukung Prabowo-Sandi di wilayahnya. Sulman menuturkan, kasus tersebut berawal dari foto dirinya bersama ketua panitia deklarasi dukungan Prabowo-Sandi di wilayahnya.
ADVERTISEMENT
Padahal, kata Sulman, saat itu ia hanya menjalankan tugasnya sebagai Kapolsek untuk memastikan kegiatan deklarasi tersebut berjalan sesuai ketentuan. Foto tersebut, ia buat bersama dengan laporan kondisi acara kepada Kapolres Garut AKBP Budi Satria.
"Padahal pada saat itu, para kepala desa datang 9 orang kepada saya dari jumlah 12 desa, mereka menyampaikan kepada saya dan minta perlindungan kepada saya bahwa mereka habis dipanggil oleh Polda Jabar, diperiksa dalam rangka klarifikasi dana desa dan bansos," jelasnya.
Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna. Foto: kumparan
Sementara itu, Kapolres Garut AKBP Budi Satria Wiguna membantah tudingan Sulman yang menyebut dirinya memerintahkan memenangkan pasangan calon nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf amin. Menurut Budi, apa yang disampaikan Sulman mengada-ngada.
"Saya tidak pernah mengarahkan sama sekali," ujar Budi, saat dihubungi kumparan, Minggu (31/3). "Itu sama sekali tudingan yang tidak berdasar."
ADVERTISEMENT
Budi mengatakan apa yang disampaikan Sulman itu merupakan bentuk sakit hatinya karena dimutasi ke Polda Jawa Barat. "Mungkin dia post power syndrome. Lama jadi Kasatlantas, Kapolsek lalu ke Polda Jabar," ujar dia.
Budi pun langsung memutasi Sulman atas perintah Polda Jawa Barat. Namun menurut Budi, Sulman menganggap mutasi itu berdasarkan perintahnya.
"Saya mana bisa mutasi begitu. Itu kan mutasi ranahnya dari Polda Jabar. Saya seorang Kapolres mana bisa memutasi," ujar dia.
Budi mengatakan apa yang dilakukannya selama ini --mengunjungi berbagai daerah di Garut-- semata-mata demi kepentingan keamanan dan ketertiban masyarakat. Budi membantah kunjungan-kunjungannya itu sebagai bentuk dari pengarahan masyarakat untuk memenangkan Jokowi-Ma'ruf.