news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Sejarawan soal Korupsi Era Orba: Masa Itu Jangan Dibawa ke Sekarang

7 Desember 2018 0:51 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi ICW dengan tema 'Jangan Lupakan Korupsi Soeharto'. (Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi ICW dengan tema 'Jangan Lupakan Korupsi Soeharto'. (Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sejarawan Bonnie Triyana menilai pemahaman konteks sejarah tidak bisa dilepaskan saat mengkaji isu korupsi, khususnya di era Orde Baru. Menurutnya, di era tersebut, belum ada kebebasan pers sehingga masyarakat hanya melihat bagian baiknya saja.
ADVERTISEMENT
Padahal berdasarkan data yang diberikan PBB saat meluncurkan program pengentasan budaya korupsi di dunia, Presiden Soeharto menempati peringkat pertama pemimpin paling korup. Dari data itu, diperkirakan negara merugi hingga USD 35 miliar atau setara Rp 330 triliun.
"Masyarakat tidak mendapat informasi yang berimbang saat itu. Maka yang diingat ya, yang baik-baik saja. Kita enggak pernah dengar ada orang diperlakukan semena-mena, persnya enggak leluasa. Sehingga janganlah dibuat masa yang buruk itu dikembalikan ke masa sekarang," kata Bonnie di kantor ICW, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis (6/12).
"Kita harus melihat ini sebagai pelajaran. Kita enggak mau tinggalkan dendam. PBB bilang ada 10 pemimpin dunia yang borok, ya maaf, nomor satunya Soeharto," imbuh Bonnie.
ADVERTISEMENT
Diskusi ICW dengan tema 'Jangan Lupakan Korupsi Soeharto'. (Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi ICW dengan tema 'Jangan Lupakan Korupsi Soeharto'. (Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan)
Namun, Bonnie menyebut, tudingan kepada Soeharto tersebut merupakan tudingan atas kapasitasnya sebagai presiden. Tuduhan korup tersebut, menurut Bonnie, bukan atas dasar nama pribadi Soeharto.
"Ini kan bukan personal, kita kan selama ini salah. Menyerang Soeharto kesannya pribadi. Tidak, dia itu kepala negara, presiden, pimpinan selama 30 tahun lebih," jelasnya.
Ia berharap Orde Baru bisa dijadikan pelajaran dalam perjalanan bangsa ke depan. Terutama sebagai pembelajaran dalam memperbaiki penanganan tindak pidana korupsi.
"Nah, kita mau memperbaiki itu. Kaca spion itu sejarah. Dengan satu pesan, ayo kita ingat supaya kita tidak balik belakang," pungkasnya.