Selain Perppu, Kurang Surat Suara Pemilih Pindahan Bisa Digugat ke MK

22 Februari 2019 20:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pemungutan suara di TPS Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pemungutan suara di TPS Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
ADVERTISEMENT
KPU menghadapi masalah terkait membludaknya jumlah pemilih yang ingin pindah memilih di beberapa TPS, namun surat suara yang disediakan terbatas. Dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, surat suara cadangan hanya dilebihkan 2% tiap TPS, namun pemilihnya lebih banyak.
ADVERTISEMENT
Masalah ini diakui KPU tak diantispasi muncul dalam Pemilu 2019. Akibatnya sangat serius, mereka yang tak mendapatkan surat suara di TPS terancam tak bisa memilih. Data KPU sejauh ini, ada 275.923 pemilih yang berstatus pindah memilih atau kategori Daftar Pemilih Tambahan (DPTb).
Komisioner KPU Viryan Aziz mengungkapkan KPU tidak bisa serta merta mencetak kekurangan surat suara di daerah yang banyak pemilih DPTb, karena terbentur aturan UU Pemilu tadi. Solusinya, ketentuan itu perlu direvisi.
Ada dua, pertama, Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk mengoreksi pasal tersebut untuk menambah kuota pencetakan surat suara. Kedua, pemilih pindahan yang merasa terancam tidak bisa memilih, dapat mengajukan judicial review UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
“Pertama Perppu, kemudian mungkin ada warga negara yang status nya DPTb khawatir hak pilihnya hilang itu bisa mengajukan judicial review ke MK. Jadi ada 2 alternatif,” kata Komisioner KPU Viryan Aziz di Kantor KPU, Jumat (22/2).
Viryan menjelaskan UU Pemilu saat ini belum mengakomodir proses pencetakan surat suara untuk pemilih DPTb. Padahal, Pasal 350 ayat 1 UU tersebut disebutkan, KPU wajib menyediakan surat suara untuk pemilih yang terdaftar di DPT, DPTb, ditambah 2 persen.
Baik Perppu maupun gugatan ke MK dapat digunakan sebagai cara untuk menyelesaikan kebuntuan hukum atas pasal 344 UU Pemilu, dan menjadi dasar KPU dalam mencetak surat suara untuk pemilih pindahan. Bedanya, Perrpu dalam domain pemerintah, sementara judicial review rakyat yang mengajukan.
ADVERTISEMENT
“Yang KPU perlukan adalah surat suara dicetak berdasarkan DPT, DPTb, dan dua persen dari DPT. Sebab ketentuan 2 persen kan lain itu cadangan, untuk keliru coblos, rusak, itu diganti,” kata Viryan.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa Perppu menjadi opsi yang lebih cepat ketimbang judicial review. Sebab, proses pengajuan gugatan ke MK membutuhkan waktu yang cukup lama yang bisa jadi belum selesai sebelum Pemilu 17 April 2019.
“Perppu menjadi salah satu alternatif tercepat, karena surat suara ini hampir selesai dicetak dan didistribusikan. Kalau JR ke MK hanya bisa dilakukan oleh pemilih yang terancam hak pilihnya yakni pemilih DPTb," pungkas Viryan.
Opsi perppu itu, kata Viryan, akan segera diajukan untuk dibahas dalam rapat bersama Komisi II DPR dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
ADVERTISEMENT