Selama 2 Tahun, Bupati Lampung Selatan Terima Uang Korupsi Rp 106,9 M

18 Desember 2018 6:22 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjalani sidang perdana pembacaan dakawaan di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung. (Foto: ANTARA FOTO/Ardiansyah)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan menjalani sidang perdana pembacaan dakawaan di Pengadilan Tipikor Bandar Lampung. (Foto: ANTARA FOTO/Ardiansyah)
ADVERTISEMENT
Bupati Lampung Selatan nonaktif, Zainudin Hasan, didakwa menerima uang diduga hasil korupsi sekitar Rp106,9 miliar. Uang itu diduga merupakan hasil suap, penerimaan gratifikasi dan hasil keuntungan dari mengikuti proyek di Pemkab Lampung Selatan.
ADVERTISEMENT
Zainudin merupakan Bupati Lampung Selatan periode 2016-2022. Ia diangkat pada Februari 2016. Namun pada Juli 2018, ia harus berhenti secara sementara dari jabatanya lantaran terjerat OTT KPK. Itu artinya, dalam kurun waktu sekitar 2 tahun, Zainudin diduga dapat mengumpulkan uang hingga ratusan miliar rupiah.
Diduga dari hasil suap, Zainudin menerima total sekitar Rp 72.742.792.145. Dari gratifikasi, Zainudin disebut mendapatkan seluruhnya Rp 7.162.500.000. Sementara dari keikutsertakan mengerjakan proyek, Zainudin disebut mendapat keuntungan Rp 27 miliar. Sehingga total yang didapatkan sekitar 106,9 miliar.
Penerimaan uang itu terungkap saat jaksa penuntut umum KPK membacakan surat dakwaan Zainudin Hasan di Pengadilan Tipikor Lampung.
1. Didakwa Terima Suap Rp 72,7 Miliar
Ilustrasi suap dalam kardus. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suap dalam kardus. (Foto: Muhammad Faisal Nu'man/kumparan)
Dalam dakwaan, uang diduga suap Rp 72,7 miliar itu merupakan fee yang berasal dari rekanan yang telah mengerjakan proyek di Dinas PUPR Pemkab Lampung Selatan pada Tahun Anggaran 2016 hingga 2018.
ADVERTISEMENT
Uang fee itu diberikan kepada Zainudin melalui Hermansyah Hamidi selaku Kepala Dinas PUPR periode April 2016 hingga September 2017, Anjar Asmara selaku Kepala Dinas PUPR periode Desember 2017 hingga Juli 2018, serta Agus Bhakti Nugroho dan Syahroni selaku pejabat pada Dinas PUPR.
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," demikian tertulis dalam surat dakwaan Zainudin Hasan sebagaimana telah dibacakan JPU KPK di Pengadilan Lampung, Senin (17/12).
Dalam kasus ini, Zainudin didakwa melakukan aksinya bersama-sama dengan Hermansyah, Anjar, Agus dan Syahroni. Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
ADVERTISEMENT
2. Didakwa Terima Gratifikasi Rp 7,1 Miliar
Zainudin Hasan Resmi ditahan KPK (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Zainudin Hasan Resmi ditahan KPK (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Terkait gratifikasi Rp 7,1 miliar, Zainudin menerimanya dari rekening milik Gatoet Soeseno sebesar Rp3.162.500.000. Gratifikasi berasal dari PT Baramega Citra Mulia Persada dan PT Johnlin. Serta mendapatkan dari Sudarman senilai Rp 4 miliar, yang berasal dari PT Estari Cipta Persada.
Diduga uang itu diberikan karena Zainudin turut serta membantu perusahan-perusahaan itu dalam mewujudkan kepentingan perusahaan yang telah memberikan gratifikasi kepada Zainudin.
Jaksa menyebut penerimaan uang itu berlawanan dengan kewajibannya atau tugasnya sebagaimana diatur Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999. Jaksa juga menyatakan Zainudin tidak melaporkan kepada KPK sampai dengan batas waktu 30 hari sebagaimana yang dipersyaratkan dalam UU Tipikor.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus ini, Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 huruf i Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
3. Didakwa Terima Keuntungan Rp 27 Miliar karena Ikut Proyek
Ilustrasi pekerja proyek (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pekerja proyek (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Dalam dakwaan mengikuti proyek, Zainudin Hasan didakwa telah ikut serta dalam pengadaan beberapa proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan hingga mendapatkan keuntungan Rp 27 miliar.
Keuntungan Zainudin itu berasal dari Krakatau Karya Indonesia (PT KKI) yang dikelola oleh Boby dan Ahmad Bastian. Zainudin disebut membuat pengaturan agar Boby dan Ahmad mengerjakan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan yang sumber dananya berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBD Lampung Selatan Tahun Anggaran 2017 senilai Rp 38,936 miliar dan DAK 2018 senilai Rp 77,373 miliar.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, keuntungan yang diperoleh oleh Zainudin dari perusahaan yang digunakan oleh Boby untuk tahun 2017 adalah sebesar Rp 9,9 miliar. Namun hanya keuntungan Rp 9 miliar yang digunakan oleh Zainudin untuk dibelikan membeli aset Asphalt Mixing Plant (AMP).
Aset itu dikelola oleh Boby. Sedangkan dana Rp 900 juta diberikan kepada Ahmad. Sementara keuntungan untuk tahun 2018, Zainudin mendapatkan sebesar Rp 18 miliar. Sehingga total keuntungan yang dinikmati Zainudin Rp 27 miliar.
Dalam kasus ini, Zainudin didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
4. Didakwa TPPU Rp 54,4 miliar
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)
zoom-in-whitePerbesar
Bupati nonaktif Lampung Selatan Zainudin Hasan berada dalam mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di KPK. (Foto: ANTARA FOTO/Reno Esnir)
Selain didakwa menerima suap, gratifikasi dan ikut proyek, Zainudin juga didakwa melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dari total uang sekitar Rp 106,9 miliar itu, Zainudin didakwa melakukan TPPU sebesar Rp 54.492.887.000.
ADVERTISEMENT
Menurut jaksa, uang puluhan miliar itu oleh Zainudin ditempatkan di rekening atas nama Gatoet dan Soeseno, lalu dibelanjakan atau dibayarkan untuk pembelian 7 unit mobil, saham di rumah sakit AIRAN, perbaikan dan perawatan kapal Krakatau, pembelian AMP PT KKI, renovasi rumah pribadi Zainudin, pembelian dan renovasi pabrik beras CV Sarana Karya Abadi. Serta pembelian vila, pembelian beberapa bidang tanah dan rumah toko.
"Tidak sebanding dengan penghasilan dan harta kekayaan yang dimiliki terdakwa sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2018 sehingga asal usul perolehannya tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah karena menyimpang dari profil penghasilan terdakwa sebagai Bupati Lampung Selatan," tegas jaksa.
Dalam kasus TPPU, Zainudin didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) huruf a, c, dan e Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
ADVERTISEMENT