Serpihan Al-Quran yang Terserak di Masjid Desa Rohingya

2 Februari 2018 10:32 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Desa Rohingya (Foto: REUTERS/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Desa Rohingya (Foto: REUTERS/Stringer)
ADVERTISEMENT
Entah dari mana Mohammad Lalmia dapat keberanian di hari itu, dia kembali ke desanya, Gu Dar Pyin, di Negara Bagian Rakhine. Padahal sebelas hari sebelumnya Lalmia menyaksikan sendiri pembantaian warga desa oleh ratusan tentara Myanmar.
ADVERTISEMENT
Lalmia keluar dari persembunyiannya. Dia berjalan cepat-cepat seperti dikejar setan dari hutan menuju desanya. Rumah-rumah di desa itu sudah hangus. Rumah-rumah rata dengan tanah. Harta benda tidak usah dicari lagi, sudah habis dijarah.
Saat itu, selain untuk menyelamatkan warga desa yang kemungkinan masih hidup atau terluka, Lalmia ingin melihat masjid desanya..
Pemuda 20 tahun itu ingin memastikan apakah kitab-kitab suci Al-Quran di masjid selamat dari amukan durjana para tentara di Agustus yang nahas pada 2017 itu.
Ternyata ketakutannya terbukti. Di dalam masjid, kertas-kertas Al-Quran tinggal serpihan. Halaman-halaman kitab suci itu tercerabut dan berserakan di lantai masjid. Lalmia langsung membersihkannya.
Ketika Lalmia sedang bersih-bersih, tiba-tiba di luar masjid seseorang berteriak. Tentara datang lagi.
ADVERTISEMENT
Tidak pikir panjang, dia langsung melompat melalui jendela.
Desa Rohingya (Foto: REUTERS/Stringer)
zoom-in-whitePerbesar
Desa Rohingya (Foto: REUTERS/Stringer)
Ada 15 tentara yang dilihatnya saat dia menengok ke belakang. Ketika berlari, laju kaki Lalmia terhenti oleh tangan manusia yang menyembul dari tanah. Dia menemukan sebuah kuburan massal.
Lalmia mengambil bambu dan menusukkannya ke dalam kuburan yang tanahnya masih gembur itu. Dari dalam dan lebarnya, dia memperkirakan ada sekitar 10 mayat di dalamnya.
"Saya terkejut banyak sekali mayat yang tidak saya ketahui," kata Lalmia seperti dikutip dari Associated Press, Kamis (1/2) dari pengungsiannya di Bangladesh. Lalmia adalah satu dari 260 ribu warga Rohingya yang lari ke negara tetangga usai peristiwa berdarah itu.
Dia semakin terkejut ketika tahu kolam ikan di rumahnya telah berubah jadi kuburan massal. Ada sekitar 80 jasad warga di kolam itu. Ada empat kuburan massal besar lainnya yang berisi setidaknya masing-masing 20 jasad.
ADVERTISEMENT
Sementara 150 mayat korban pembantaian lainnya dibiarkan begitu saja.
"Banyak sekali mayat di semua tempat. Tentara tidak bisa menyembunyikan semua korban," kata Lalmia.
Dari pengakuan Lalmia dan banyak saksi mata dari desa Gu Dar Pyin lainnya, setidaknya ada lima kuburan massal berukuran besar. Dalamnya sekitar dua meter dan lebar 10 meter.
Kuburan-kuburan massal yang berukuran lebih kecil bertebaran di desa itu, berisi 3-10 mayat. Salah satunya adalah septik tank yang ditimbun tanah, berisi tiga mayat.
Semakin dicari, semakin banyak ditemukan. Lalmia menemukan dua kuburan massal di dekat kebun pisang, tiga lainnya di pojok desa.
Desa-desa Rohingya dibakar tentara. (Foto: Dok. Burma Human Rights Network)
zoom-in-whitePerbesar
Desa-desa Rohingya dibakar tentara. (Foto: Dok. Burma Human Rights Network)
"Saya mencoba untuk mencari lebih banyak, tapi baunya sangat menyengat, dan tentara masih ada di sekolah," kata Lalmia lagi.
ADVERTISEMENT
Mayat-mayat itu tidak lagi dikenali karena wajah mereka hancur luar biasa. Ada yang mukanya terbakar karena disiram air keras, atau tidak lagi berbentuk karena diberondong peluru.
Pengakuan Lalmia adalah satu dari banyak bukti yang membantah klaim pemerintah Myanmar bahwa tidak pernah ada pembantaian Rohingya, apalagi kuburan massal. Myanmar hanya mengakui adanya satu kuburan massal, isinya hanya 10 orang teroris, di desa Inn Dinn.
Tidak hanya pengakuan, AP juga mendapatkan bukti berupa video dari ponsel yang dibuktikan keasliannya dengan metadata yang memuat tanggal perekaman.
200 Tentara Menyerbu Desa
Saksi kepada AP mengatakan ada lebih dari 200 tentara yang menyerbu desa Gu Dar Pyin dari segala arah pada 27 Agustus lalu. Mohammad Sha (37) pemilik toko dan petani, melihat seluruh kejadian itu dari tempat persembunyiannya bersama ratusan warga desa lainnya.
ADVERTISEMENT
Sha mengatakan, tentara masuk ke rumah-rumah warga Muslim Rohingya bersama dengan warga Buddha Rakhine yang wajahnya ditutupi kain. Warga Buddha Rakhine menjarah isi rumah Rohingya, membawanya dengan gerobak, sebelum membakar rumah tersebut.
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
zoom-in-whitePerbesar
Pengungsi Rohingya (Foto: REUTERS/Mohammad Ponir Hossain)
Tentara menembaki warga, membantai mereka tanpa ampun. Setelah itu, tanpa diperintah, warga Rakhine menyisir desa dan menggorok leher-leher para korban yang masih hidup atau terluka.
Anak-anak dan orang tua dilemparkan begitu saja ke kobaran api.
"Orang-orang berteriak, menangis, meminta ampun untuk nyawa mereka, tapi tentara terus menembaki," kata Mohammad Rayes, 23, guru sekolah yang bersembunyi di atas pohon dan menyaksikan horor itu.
Warga lainnya, Noor Kadir, tertembak dua kali di kakinya, tapi berhasil menyeret dirinya ke bawah jembatan. Dia keluarkan sendiri satu peluru dari kakinya.
ADVERTISEMENT
"Saya tidak bisa bergerak. Saya kira saya mati. Saya mulai melupakan mengapa saya ada di sana, melupakan orang-orang di sekeliling saya yang mati," kata Kadir yang bersembunyi 16 jam di kolong jembatan.
Beruntung tiga pemuda datang menyelamatkannya, membawanya bersama ke Bangladesh. Tiga pemuda ini, seperti Lalmia, adalah orang-orang Rohingya yang kembali datang ke desanya untuk menyelamatkan warga yang terluka atau masih hidup.
Selama berhari-hari setelah pembantaian itu, warga mengaku kepada AP, ribuan Rohingya harus bersembunyi di dalam hutan, berharap akan kebaikan alam. Makanan mereka cuma dedaunan. Warga mengatakan, lebih dari 20 anak dan balita meninggal dunia karena kekurangan makan dan minum saat itu.
Anwara Begum (36) Warga Rohingya (Foto:  REUTERS/Jorge Silva)
zoom-in-whitePerbesar
Anwara Begum (36) Warga Rohingya (Foto: REUTERS/Jorge Silva)
Pada Desember 2017, lembaga Dokter Lintas Batas (MSF) melaporkan sedikitnya 6.700 warga Rohingya dibantai di Myanmar. Sekitar 730 di antaranya adalah anak-anak berusia di bawah lima tahun..
ADVERTISEMENT
Kekerasan terhadap Rohingya bermula pada 25 Agustus 2017. Militer, polisi, dan warga Buddha Rakhine melakukan pembersihan desa Rohingya dengan alasan pembalasan atas serangan kelompok pemberontak Arakan.
PBB telah mengatakan bahwa ini adalah genosida atau pembersihan etnis terhadap Rohingya. Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi tetap bungkam, tidak terlihat terganggu dengan darah yang menggenangi kakinya.