Setara Institute: SBY Lebih Memahami Penguatan TNI Dibandingkan Jokowi

8 Oktober 2019 16:34 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Eksekutif SETARA Institute Ismail Hasani. Foto: Ferry Fadhlurrahman/kumparan
ADVERTISEMENT
Setara Institute membandingkan capaian reformasi TNI di era kepemimpinan Jokowi dan SBY. Direktur Setara Institute, Ismail Hasani, menilai SBY yang memiliki latar belakang militer lebih mampu mendesain serta menata kebutuhan penguatan TNI dibandingkan Jokowi.
ADVERTISEMENT
“Ada perbedaan jelas. Pak SBY yang dilatarbelakangi militer lebih mampu mendesain, menata bagaimana penguatan TNI dan kebutuhan republik atas TNI,” kata Ismail di Setara Institute, Jakarta Selatan, Selasa (8/10).
“Pak Jokowi nyaris tidak punya pengetahuan dan kemampuan mengendalikan, mendesain pembangunan atau penguatan reformasi TNI,” lanjutnya.
Ismail juga menilai SBY memahami bahwa prioritas utama TNI adalah pengadaan alutsistanya. Dalam hal ini, Presiden ke-6 RI itu dianggap jauh lebih unggul.
“Soal pengadaan alutsista. Jadi Pak SBY selalu menempatkan pengadaan alutsista pada prioritas pertama setelah komponen gaji. Pak SBY bisa nyusun perioritas kebutuhan TNI, beliau tahu karena mantan jenderal kan. Sebaliknya Pak Jokowi tidak,” tuturnya.
Suasana Defile pasukan TNI di HUT ke-74 TNI di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu (5/10/2019). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Namun di era kepemimpinan Jokowi, mantan Wali Kota Solo itu lebih memperhatikan kesejahteraan prajurit. Hal itu dapat dilihat dari kenaikan gaji hingga wacana pemberian jabatan sipil untuk TNI.
ADVERTISEMENT
“Kenaikan gaji saya kira itu isu yang penting untuk didorong bagaimana TNI kita mendapat pendapatan yang layak. Juga fasilitas lain pemberian posisi-posisi kunci, termasuk progress terbaru menambah 50 jabatan baru dari kolonel sampai pati, baik di internal TNI ataupun perluasan jabatan sipil yang dikecualikan,” ujarnya.
Namun, penempatan TNI di posisi sipil tidak selalu berdampak baik. Ismail menilai, ada beberapa penempatan TNI di posisi sipil yang malah menjadi kemunduran dalam reformasi TNI.
Selain menjadi kemunduran dalam reformasi TNI, hal lain yang dikhawatirkan dari penempatan TNI di posisi sipil ini adalah munculnya ketertarikan TNI untuk berpolitik. Hal ini, menurut dia, dapat menjadi kabar buruk.
“Ini kemanjaan. Kebaikan-kebaikan Pak Jokowi terhadap tentara yang membuat tentara saya kira senang. Tapi ini juga kabar buruk karena kembali menggoda tentara untuk politik,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT