Setya Novanto Dijanjikan Terima 6 Juta Dolar AS di Proyek PLTU Riau-1

4 Oktober 2018 14:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/9/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto menjadi saksi dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (26/9/2018). (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Mantan Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto turut dijanjikan uang sebesar 6 juta dolar AS di proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Rencananya, uang itu akan diberikan oleh pemegang saham PT Blackgold Natural Resources Limited, Johanes Budisutrisno Kotjo, jika perusahaannya berhasil menggarap proyek tersebut.
ADVERTISEMENT
Hal itu diungkapkan penuntut umum KPK saat membacakan surat dakwaan untuk Johanes di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (4/10). Setelah Blackgold berhasil mendapatkan investor dari China, CHECH, Ltd, Johanes akan menerima fee 2,5 persen atau sekitar 25 juta dolar AS dari proyek senilai 900 juta dolar AS tersebut. Nantinya, fee yang diterima Johanes akan dibagikan ke sejumlah pihak, termasuk Novanto.
"Dibagikan kepada terdakwa (Johanes) sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS, Setya Novanto sebesar 24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS, pengusaha Andreas Rinaldi sebesar 24 persen atau 6 juta dolar AS, CEO PT Blackgold, Rickard Philip Cecile, sebesar 12 persen atau 3,12 juta dolar AS, Direktur Utama PT Samantaka Batubara (anak perusahaan Blackgold) sebesar 4 persen atau 1 juta dolar AS, Chairman PT Blackgold, Intekhab Khan, sebesar 4 persen atau 1 juta dolar AS, Direktur PT Samantaka Batubara, James Riyanto, sebesar 4 persen atau 1 juta dolar AS, dan pihak-pihak lain sebesar 3,5 persen atau sekitar USD 875.000," ujar anggota penuntut umum KPK, Ronald Ferdinand Worotikan, membacakan surat dakwaan Johanes.
ADVERTISEMENT
Kasus ini berawal saat Johanes mengajukan permohonan proyek dalam bentuk Independent Power Producer (IPP) kepada PT PLN (Persero) di Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Dalam permohonannya, Johanes melalui anak perusahaannya, PT Samantaka Batubara, memohon agar PT PLN memasukkan proyek itu ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.
Berselang bulan permohonan itu tak digubris, Johanes akhirnya meminta bantuan Novanto untuk dipertemukan dengan pihak PLN. Atas permintaan itu, Novanto akhirnya memperkenalkan Johanes kepada Eni Maulani Saragih, yang kala itu menjabat sebagai anggota Komisi VII DPR Fraksi Golkar. Novanto menjelaskan bahwa posisi Eni membidangi energi, riset, teknologi, serta lingkungan hidup.
"Pada kesempatan itu Setya Novanto menyampaikan kepada Eni agar membantu terdakwa (Johanes) dalam proyek PLTU, dan untuk itu terdakwa (Johanes) akan memberikan fee, yang kemudian disanggupi Eni," tutur jaksa Ronald.
ADVERTISEMENT
Setelah perkenalan tersebut, Novanto kerap melakukan sejumlah pertemuan dengan Eni dan pihak PT PLN. Sehingga, pada 29 Maret 2017, IPP MT 2 X 300 MW di Peranap, Riau, masuk dalam RUPTL PLN periode 2017-2026 dan disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran perusahaan PT pembangkit Jawa Bali (PT PJB).
Belakangan, laporan perkembangan proyek PLTU tak lagi dilaporkan ke Novanto lantaran mantan Ketua DPR tersebut dijebloskan ke penjara terkait kasus korupsi e-KTP. Selanjutnya, Eni melaporkan perkembangan proyek ini ke Idrus Marham, mantan Sekjen Golkar yang ditunjuk menjadi pelaksana tugas (Plt) Ketum Golkar.
Di kasus ini, Johanes didakwa menyuap Eni dan Idrus sebesar Rp 4,75 miliar. Eni menyebut sebagian uang yang ia terima akan digunakan untuk kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar. Saat proyek sedang bergulir, Eni juga menjabat sebagai Bendahara Munaslub Golkar.
ADVERTISEMENT
"Dan guna meyakinkan terdakwa (Johanes), Idrus juga menyampaikan kepada terdakwa 'Tolong dibantu ya', selanjutnya permintaan Eni dan Idrus disanggupi oleh terdakwa," imbuh jaksa Ronald.
Title2 chars left