Siaga Bencana, Warga Harus Punya Pengetahuan dan Sistem Evakuasi

27 Desember 2018 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konfrensi pers terkait paparan hasil penelitian LIPI. (Foto: Raga Imam/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Konfrensi pers terkait paparan hasil penelitian LIPI. (Foto: Raga Imam/kumparan)
ADVERTISEMENT
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai bencana yang bertubi-tubi menimpa Indonesia dan memakan banyak korban jiwa sebagai alarm agar kesiapasiagaan masyarakat Indonesia menghadapi bencana harus ditingkatkan.
ADVERTISEMENT
“Jadi memang kepedulian itu ya yang harus ditingkatkan lagi. Kita tahu berada di (daerah) rawan bencana, kita harus siap-siap,” ucap peneliti LIPI Deny Hidayati di Gedung LIPI, Jakarta Selatan, Kamis (27/12).
Diketahui berbagai bencana besar pada tahun ini yakni gempa Lombok yang menewaskan sekitar 564 orang, tsunami Palu membuat 2.101 nyawa melayang, dan tsunami Selat Sunda yang hingga saat ini menelan 430 korban jiwa.
Deny menyebut untuk menekan jumlah korban jiwa yang tewas akibat bencana ada lima parameter kesiapsiagaan menghadapi bencana yang harus diketahui oleh masyarakat. Pertama yakni pengetahuan masyarakat terhadap objek bencana dan apa yang harus dilakukan.
Warga di antara puing bangunan yang hancur pasca tsunami di Palu. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Warga di antara puing bangunan yang hancur pasca tsunami di Palu. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
“Pertama tentang pengetahuan, tahu tentang gempa, banjir, asap, apa yang harus dilakukan sebelum saat dan setelah bencana,” ujarnya
ADVERTISEMENT
“Kedua peringatan dini. Kita punya pengalaman banyak dari bencana yang sudah ada jadi orang bisa membuat peringatan dini agar barang berharga bisa diselamatkan sebelum bencana datang,” lanjutnya.
Untuk parameter ketiga, kata Deny, dalam proses kesiapsiagaan bencana harus ada pemenuhan kebutuhan dasar baik pangan, sandang, hingga papan. Sebab ketika bencana datang, bisa melumpuhkan fasilitas umum seperti listrik dan beberapa tempat vital lainnya.
“Ingat waktu kita bencana Palu, listrik kita mati kolaps semuanya, harusnya sudah dihitung, berapa kecepatan untuk memulihkan kembali listrik supaya komunikasi berjalan kembali. Jadi sebetulnya di daerah itu sudah ada list kebutuhan itu, di mana kita itu menyimpan alat berat, kita perlu apa sudah ada,” paparnya.
Suasana kerusakan pasar malam dampak Tsunami Selat Sunda di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur,Kabupaten Pandeglang. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kerusakan pasar malam dampak Tsunami Selat Sunda di Desa Sumber Jaya, Kecamatan Sumur,Kabupaten Pandeglang. (Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan)
Ia juga mengatakan perlu adanya peringatan dini dalam menghadapi suatu bencana. Menurutnya upaya secara struktural seperti pembangunan fasilitas dalam menghadapi bencana saja juga tidak cukup perlu kesadaran juga dari masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
“Jadi masyarakat di lokasi itu harus mempersiapkan diri. Kalau sudah kebiasaan lokal kita, budaya kita yang baik kita angkat lagi, paling tidak penduduk yang terkena bencana bisa makan sambil menunggu bantuan," kata dia.
“Yang kelima adalah mobilisasi sumber daya itu menjadi penting tidak bisa diadakan hanya BPBD dan BNPB saja karena mobilisasi itu penting termasuk di keluarga,” tutupnya.
Suasana pengungsian Gempa di Lombok (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pengungsian Gempa di Lombok (Foto: Dwi Herlambang/kumparan)