Siasat Azmi si Caleg Termuda, Panjangkan Kumis Agar Tampak Dewasa

2 Februari 2019 21:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Caleg usia 21 tahun, Azmi Zaidan Nashrullah. Foto: Dok. Faizal Amiruddin
zoom-in-whitePerbesar
Caleg usia 21 tahun, Azmi Zaidan Nashrullah. Foto: Dok. Faizal Amiruddin
ADVERTISEMENT
Pemilu Legislatif 2019 akan berlangsung 17 April 2019 mendatang. Dalam pagelaran itu, sebanyak 245.106 caleg akan berlaga di tiga level. Yakni tingkat DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
ADVERTISEMENT
Dari ratusan ribu caleg itu, ada nama Azmi Zaidan Nashrullah. Caleg kelahiran 21 September 1997 yang akan bertarung di tingkat DPRD Kabupaten Ciamis daerah pemilihan (dapil) Kecamatan Ciamis, Cikoneng, Sadananya, dan Sindangkasih. Caleg yang maju dari PKS ini merupakan caleg termuda se-Indonesia dengan usia 21 tahun. Berada di usia minimal, sesuai yang disyaratkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Bagi Azmi, nyaleg menjadi langkah pembeda dengan sebagian besar anak muda seusianya. Anak muda yang kebanyakan lebih tertarik menghabiskan waktu berjam-jam bermain game online, dibanding beberapa menit mendengarkan narasi politik. Itu karena, menurut Azmi, dunia politik dikonotasikan sebagai ladang kotor. Penuh intrik, kemunafikan, korupsi, dan beragam tuduhan buruk lainnya. "Saya menemukan adanya resistensi dari kalangan milenial ketika diajak berbincang mengenai politik,” kata Azmi ke kumparan di rumahnya Rancapetir, Ciamis, Jawa Barat, Selasa (29/1). Fenomena itu dipotret Azmi setelah beberapa bulan berkampanye. Bagi dia, resistensi itu berbanding terbalik dengan nilai-nilai idealisme yang kerap disuarakan anak muda. Anak muda yang dia temui, terkesan menghindari masalah. Mereka juga cenderung apatis jika diajak melek politik.
Caleg usia 21 tahun, Azmi Zaidan Nashrullah. Foto: Dok. Faizal Amiruddin
Namun, kondisi tersebut tak lantas membuat Azmi patah arang. Justru menjadi tantangan untuk terus bergerilya menggalang dukungan dari anak muda yang memiliki visi sepaham.
ADVERTISEMENT
"Saya harus bisa membuat anak muda Ciamis melek politik. Saya ini mencoba menjadi trigger pergerakan anak muda dalam berpolitik,” ucapnya.
Tantangan lain yang didapat Azmi selama berkampanye, yakni menghadapi masyarakat yang memiliki pola pikir pragmatisme. Dalam hal ini, para calon pemilih yang berpikiran bahwa caleg baik adalah yang memberi "angpau". Bukan cuma yang menyajikan narasi-narasi politik. "Saya caleg yang tak punya uang. Saya hanya mampu mengajak untuk berjuang bersama," paparnya. Hijrah dari Bandung ke Ciamis Keseriusan si sulung dari 6 bersaudara ini untuk terjun ke politik, ditunjukan dengan kerelaannya hijrah kuliah. Sebelumnya, Azmi kuliah di Universitas Islam Bandung (Unisba). Namun, memutuskan melanjutkan pendidikannya di Universitas Galuh Ciamis saat ingin menjadi caleg. Selain kuliah, dia juga tengah merintis bisnis di bidang properti. Mahasiswa semester pertama jurusan teknik sipil ini menyadari, menjadi politisi harus memiliki "mesin uang" yang memadai. "Saya ingin kiprah di politik hanya sebuah medan jihad, media dakwah, dan silaturahmi. Bukan ladang mencari uang," kata penghafal 15 juz Alquran itu. Berbicara ketertarikan pada politik, dimulai sejak Azmi duduk si bangku sekolah. Dia terinspirasi dari ayahnya, H. Didi Sukardi yang merupakan kader PKS di Ciamis, sekaligus anggota DPRD Provinsi Jawa Barat.. Selain itu, dia juga mengidolakan tokoh-tokoh PKS lain. Seperti Fahri Hamzah, Anis Matta, dan Hidayat Nur Wahid.
Alun-alun Ciamis Foto: Cornelius Bintang/kumparan
Keputusan untuk nyaleg di usia muda juga didukung kedua orang tua. Perkara menang atau kalah, menurut dia, bukan sesuatu yang perlu dirisaukan. "Kalah menang urusan nanti, yang penting kita maksimalkan ikhtiar," katanya. Terkait usianya yang masih 21 tahun, Azmi punya siasat agar tampak lebih dewasa dan matang. Salah satunya, dengan memanjangkan kumis serta janggut. "Kalau untuk di alat peraga, upaya itu sukses. Saya tampak lebih tua beberapa tahun dengan kumis dan janggut. Tapi ketika pertemuan langsung dengan masyarakat, mereka tetap berkomentar saya adalah anak muda," ungkapnya
Ilustrasi anggota DPR Foto: Fahrian Saleh/kumparan
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Lucius Karus berpendapat, sebenarnya tidak ada patokan ideal untuk usia seorang caleg. Makanya, muda maupun tua tidak akan berpengaruh pada elektabilitas. Sehingga, adanya sejumlah caleg yang berusia relatif muda tidak menjadi sebuah persoalan. “Memang trennya caleg usia muda. Orang mulai melirik dan diskusi soal caleg muda,” katanya kepada kumparan, Rabu (30/1). Anggapan bahwa caleg muda mampu meraup suara pemilih pemula, disepakati Lucius. Alasannya, anak muda mempunyai jaringan atau aktif di media sosial. Selain itu, 40 persen pemilih di Pileg 2019 merupakan milenial. “Dengan kesamaan usia, ada potensi untuk mendatangkan partisipasi dari pemilih milenial,’ ucapnya. Walau begitu, Lucius khawatir, jika pencalonan caleg usia muda lebih sebagai pengisi kuota. Itu karena, jumlah parpol yang begitu banyak tidak didukung proses kaderisasi yang lumayan serius. “Sehingga ada caleg yang dipilih sekadar untuk memenuhi kuota,’ sebutnya.
ADVERTISEMENT