Sidang Perdana Sengketa Pilpres: Gugatan 02 hingga Polemik Revisi

15 Juni 2019 7:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Jumat, 14 Juni 2019, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membuka sidang sengketa Pilpres yang digugat paslon 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Sidang perdana yang beragendakan pemeriksaan pendahuluan ini dimulai dengan memeriksa kelengkapan dan kejelasan permohonan Prabowo-Sandi selaku pemohon.
ADVERTISEMENT
Gugatan 02 dibagi menjadi dua poin, yakni kuantitatif dan kualitatif. Dalam poin kuantitatif, tim kuasa hukum Prabowo-Sandi mensahihkan penghitungan suara versi Badan Pemenangan Nasional (BPN) 02 dengan perolahan 52 persen suara untuk Prabowo-Sandi, dan 48 persen suara untuk paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Hakim Mahkamah Konstitusi saat sidang perdana di MK, Jakarta, Jumat (14/6). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Tim hukum 02 juga meminta MK mendiskualifikasi Jokowi-Ma'ruf karena menganggap keduanya telah melakukan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Intinya, meminta Prabowo-Sandi ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih 2019.
Adapun argumen kualitatif yang muncul dalam gugatan 02, di antaranya penyalahgunaan anggaran belanja negara dan program kerja pemerintah, ketidaknetralan aparatur negara yakni polisi dan intelijen, penyalahgunaan birokrasi dan BUMN, pembatasan kebebasan media, serta diskriminasi perlakuan dan penyalahgunaan penegakan hukum.
ADVERTISEMENT
Berikut selengkapnya:
Ketua tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), menilai salah satu bukti kecurangan dalam Pilpres 2019 ditunjukkan dengan maraknya dukungan dari sejumlah kepala daerah untuk Jokowi-Ma’ruf.
“Dukungan demikian, yang membawa-bawa jabatan mereka sebagai kepala daerah adalah pelanggaran terhadap prinsip netralitas pejabat negara, dan lebih jauh lagi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata BW saat membacakan permohonan dalam Sidang Perdana Sengketa Pilpres di ruang sidang MK.
Menurut BW, pernyataan dukungan dari pejabat daerah marak terjadi di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Bahkan ia menganggap Mendagri Tjahjo Kumolo terkesan abai karena menilai hal tersebut tidak melanggar aturan.
Tim Kuasa Hukum BPN, Bambang Widjojanto (kanan) saat sidang perdana PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta (14/06). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
“(Dukungan dari pemimpin) berbagai daerah yang menyebar di seluruh kepulauan Indonesia itu menunjukkan sifat kecurangan pemilunya yang TSM,” ujar BW.
ADVERTISEMENT
“Padahal Bawaslu sendiri sudah jelas-jelas ada aturan UU Pemda yang dilanggar terkait dengan prinsip netralitas penyelenggara negara dan ASN untuk netral dalam pemilu,” kata BW.
Dalam gugatannya, BW melampirkan sejumlah barang bukti. Di antaranya berupa link berita dan video kepala daerah yang menyatakan dukungannya kepada Jokowi-Ma’ruf Amin. Beberapa nama disebut dalam gugatan, di antaranya seperti nama mantan Gubernur Sulawesi Selatan Syahrul Yasin Limpo, Wakil Gubernur Sulawesi Barat Enny Anggraeni, hingga Wali Kota Padang Fadly Amran.
Salah satu kecurangan pemilu yang dianggap 02 bersifat TSM yakni pembatasan kebebasan media dan pers. Anggota tim hukum BPN, Teuku Narullah, lalu membahas berhentinya program ILC.
ADVERTISEMENT
"Salah satu media yang mencoba untuk netral seperti tvOne kemudian mengalami tekanan dan akhirnya harus mengistirahatpanjangkan salah satu program favoritnya, ILC, Indonesia Lawyers Club," ucap Nasrullah dalam sidang.
"Telah terjadi upaya secara terstruktur, sistematis dan masif terhadap pers nasional, dengan tujuan menguasai opini publik. Media kritis dibungkam, sementara media yang pemiliknya berafiliasi kepada kekuasaan, dijadikan media propaganda untuk kepentingan kekuasaan," papar Teuku.
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno melambaikan tangan seusai memberikan keterangan pers. Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Tak hanya ILC, mereka juga menuding beberapa media yang tidak seimbang dalam memberitakan kedua paslon. Nasrullah lalu menyinggung tiga media besar yang mereka sebut menjadi bagian pemenangan Jokowi.
"Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat paling tidak tiga bos media besar yang menjadi bagian dari tim pemenangan paslon 01. Yaitu Surya Paloh yang membawahi Media Group (Media Indonesia dan Metro TV); Hary Tanoe Soedibjo pemilik grup MNC (RCTI, Global TV, Koran Sindo, Okezone, INews TV, Radio Trijaya); dan Erick Thohir pemilik Mahaka Group yang membawahi Jak TV, Gen FM, Harian Republika, Parents Indonesia, hingga republika.co.id. Hingga akhirnya ada pula teguran dari KPI atas ketidaknetralan media tersebut," tudingnya.
ADVERTISEMENT
3. Ajakan Mendagri kampanye program Jokowi
Dalam pembacaan permohonan materi, BW kembali menyinggung arahan Tjahjo Kumolo yang meminta Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk mengampanyekan program pemerintah. Menurut BW, arahan tersebut termasuk bentuk kecurangan TSM.
“Kecurangan yang dilakukan sifatnya terstruktur karena melibatkan kementerian dan lembaga, terkait utamanya Kemendagri, bersifat sistematis karena melalui perencanaan, dan masif karena jangkauannya luas karena seluruh wilayah Indonesia,” kata BW.
Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) bersama Gubernur yang baru dilantik di KPK, Jakarta, Rabu (12/6). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
“Beliau, Mendagri, mengatakan ASN sebagai birokrasi di pusat dan daerah, 'Anda tidak boleh netral, harus royal dan hormat, tegak lurus, termasuk presiden juga, sekarang presidennya masih Pak Jokowi, Pak Jusuf Kalla wapresnya. Tugas kita, ya, harus mendukung, jangan sekarang ada netral, malah ada yang enggak mau tahu, sampaikanlah program Pak Jokowi-Jusuf Kalla,” kata BW mengutip ucapan Mendagri.
ADVERTISEMENT
Selain Tjahjo, menurut BW, beberapa kementerian lainnya juga melakukan yang sama. Misalnya, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDT) yang mengadakan acara silahturahmi nasional untuk seluruh kepala desa dan diselipkan dengan kampanye terselubung 01.
“Di dalam acara Presiden Jokowi juga muncul suara-suara dukungan capres 01,” katanya lagi.
Tim hukum Prabowo-Sandi menyoroti putusan MK terkait Pemilu Bupati Kotawaringin Barat 2010 yang mendiskualifikasi salah satu calon bupati. BW mengatakan, saat itu, MK mendiskualifikasi paslon yang dinyatakan menang oleh KPU karena terbukti melakukan kecurangan.
"Mahkamah Konstitusi telah menerapkan sendiri semangat hukum progresif yang menerobos sekat undang-undang, dan hadir sebagai penjaga konstitusi yang sebenarnya. Salah satu putusan yang punya karakteristik berpihak pada keadilan substantif (substantive justice)," ujar BW.
Suasana sidang perdana Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Pada Pilbup Kotawaringin Barat 2010, MK yang diketuai Mahfud MD kala itu mengabulkan gugatan yang diajukan pasangan Ujang Iskandar-Bambang Purwanto. MK kemudian mendiskualifikasi pasangan Sugianto-Eko Soemarno yang dinyatakan curang.
ADVERTISEMENT
Dengan putusan itu, akhirnya Ujung Iskandar dinyatakan sebagai Bupati Kotawaringin terpilih. BW saat itu merupakan salah satu kuasa hukum dari Ujung Iskandar.
"Keadilan bukanlah hasil akhir dari proses awal jika sejak semula mengabaikan proses yang semestinya. Hasil akhir dari proses yang tidak adil bukanlah keadilan yang sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan prinsip keadilan umum (general justice principle). Tidak boleh seorang pun diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan orang lain," ujarnya.
Adu kuat kubu Prabowo dan Jokowi di MK. Foto: Putri Sarah Arifira/kumparan
5. Polemik revisi gugatan Prabowo-Sandi
Dalam sidang, muncul perdebatan soal apakah gugatan hasil revisi diterima atau ditolak oleh hakim MK. Tim hukum TKN Jokowi-Ma'ruf, KPU, dan Bawaslu menilai harusnya materi revisi tidak bisa diterima.
ADVERTISEMENT
Usai rapat sekitar 10 menit, Hakim MK memutuskan tidak menerima ataupun menolak, namun materi revisi itu akan disidangkan dalam agenda selanjutnya.
Dalam persidangan, Ketua Tim Hukum TKN, Yusril Ihza Mahendra, terus mendesak hakim untuk memutuskan gugatan mana yang akan menjadi acuan. Pasalnya, sebagai pihak terkait, mereka menyebut membutuhkan kepastian untuk memberikan jawaban dalam persidangan selanjutnya.
Pada akhirnya, MK memutuskan untuk menunda sidang gugatan sengketa Pilpres 2019 pada Selasa (18/6). Padahal jika sesuai dengan jadwal, sidang selanjutnya seharusnya diadakan pada Senin (17/6).
Ketua KPU Arief Budiman (kanan) berjabat tangan dengan Ketua tim hukum paslon nomor urut 01 Yusril Ihza Mahendra (kiri) usai mengikuti sidang perdana PHPU Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
"Tadi majelis sudah bermusyawarah. Permohonan termohon dikabulkan sebagian. (Sidang selanjutnya) tidak hari Senin, tapi hari Selasa," kata Ketua MK Anwar Usman.
Merespons hal itu, BW mengapresiasi keputusan MK. Menurut BW, keputusan majelis hakim pada sidang perdana hari ini, secara tidak langsung dapat dikatakan telah menerima permohonan perbaikan yang diajukan timnya pada Senin (10/6) lalu. Meski, KPU, TKN, dan Bawaslu menolak revisi tersebut.
ADVERTISEMENT
“Bagian pertama dari yang paling menarik dari seluruh proses itu sebagiannya adalah menjawab apa yang ditanyakan teman-teman dan yang berkembang dalam public discourse tentang mana permohonan yang akan diperiksa,” kata BW usai sidang di MK, Jakarta Pusat, Jumat (14/6).
“Secara inplisit disebutkan permohonan yang diperiksa adalah permohonan yang dibacakan di ruang sidang,” sambungnya lagi.
Gugatan Prabowo dan Sandi di Mahkamah Konstitusi. Foto: Nunki Lasmaria Pangaribuan/kumparan