Sidang UU MD3, PSI Ajukan Saksi Keluarga Korban Ditabrak Anggota DPRD

2 Mei 2018 22:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sidang UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sidang UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sidang uji materi revisi Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) akan kembali dilanjutkan pada Kamis (3/5). Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sebagai penggugat, menghadirkan saksi yang pernah menjadi korban UU MD3.
ADVERTISEMENT
Yaitu Frederik Radjawane, tukang ojek yang tewas setelah bertabrakan dengan mobil anggota DPRD Maluku Tengah, Jimy G Sitanala. Pihak keluarganya dihadirkan, sebab hingga kini Jimy belum juga diperiksa polisi.
“Alasannya, polisi mengaku terbentur UU MD3,” kata Koordinator Jaringan Advokasi Rakyat Solidaritas (Jangkar Solidaritas), Kamaruddin, yang mewakili PSI dalam keterangan tertulis, Rabu (2/5)
Pasal 245 dalam revisi UU MD3 menyebut pemanggilan dan permintaan keterangann kepada anggota DPR terkait tindak pidana yang tidak berhubungan dengan pelaksanaan tugas, harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Presiden setelah mendapat pertimbangan dari MKD.
Pihak kepolisian sendiri menyebut kasus itu belum diproses sebab belum meminta izin pemeriksaan terhadap Jimy, ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPRD Kabupaten Maluku Tengah. “Kasus ini menjadi bukti bahwa Revisi UU MD3 memang nyata bermasalah. Buktinya, anggota DPRD bersangkutan sulit sekali untuk diperiksa,” lanjut Kamaruddin yang juga caleg PSI tersebut.
ADVERTISEMENT
Selain saksi di atas, PSI juga akan menghadirkan ahli tata negara Bivitri Susanti yang juga merupakan pendiri Sekolah Hukum Jentera. Dalam sidang itu Bivitri akan membedah pasal-pasal dalam Revisi UU MD3 yang bermasalah.
Sidang akan digelar pukul 11.00 WIB di Ruang Sidang Pleno, Lantai 2 Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. PSI sendiri menyoal tiga pasal. Yakni Pasal 73 Ayat 3 dan 4 a dan c, kemudian Pasal 122 huruf k dan Pasal 245.
Pasal 73 membolehkan DPR melakukan panggilan paksa dengan bantuan polisi, kepada pejabat negara hingga sipil yang idak hadir setelah dipanggil tiga kali berturut-turut tanpa alasan yang patut. PSI melihat pasal tersebut berpeluang menyeret kepolisian ke ranah politik.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya, Pasal 122 huruf k membolehkan MKD mengambil langkah hukum terhadap pihak yang merendahkan kehormatan DPR dan anggota dewan. Pasal itu dinilai PSI dapat membuat rakyat takut untuk mengkritik DPR saat kinerja mereka dianggap buruk.
Terakhir, Pasal 245 yang menjadi dasar pemeriksaan Jimy G Sitanala ditunda, dinilai PSI melawan konstitusi. Sebab hak imunitas anggota DPR di sana berlaku untuk semua tindak pidana yang dilakukan anggota DPR.